SINGARAJA, BALIPOST.com – Bertepatan dengan Purnama Sasih Kapat, Desa Pakraman Kubutambahan Kecamatan Kubutambahan menggelar upacara Mapeningan Ida Ratu Hyang Sakti Pingit pada Kamis (5/10). Ritual yang rutin digelar setiap lima tahun sekali tersebut diikuti oleh sekitar 12 ribu krama desa adat.
Ritual ini diawali dengan prosesi ngemedalang Ida Ratu Hyang Sakti Pingit dari Payogan Ida di Desa Bulian pada dini hari. Setelah mengikuti prosesi Makalahyas di Pura Bale Agung Kubutambahan ritual dilanjutkan dengan mapeningan ke Pura Penyusuhan Penegil Dharma yang berjarak sekitar lima kilometer ke arah timur Pura Bale Agung. Selain pralingga Ida Ratu Hyang Sakti Pingit, 12 pralingga yang dipercaya sebagai pegiring mengikuti prosesi ini.
Kelian Desa Pakraman Kubutambahan Jro Pasek Warkadea mengatakan, upacara langka ini merupakan warisan turun temurun yang tidak pernah absen digelar. Selain memiliki proses unik, makna upacara besar ini sebagai penghormatan dan wujud bhakti krama kepada Ida Ratu Hyang Sakti Pingit yang sekarang telah dicatatkan dalam prasasti raja-raja di Bali dengan bhiseka Bhatara Prameswara Sri Hyang Ning Hyang Adidewalancana.
Sebelum memasuki puncak upacara, krama sudah mempersiapkan keperluan upacara sejak 11 hari yang lalu. Persiapan itu meliputi Ngusaba Penyajan dan Metata Linggih.
Tahapan awal ini menunjukkan bahwa krama desa sepakat dan berjanji ngemedalang Ida Ratu Hyang Sakti Pingit. Selanjutnya memasuki tilem ketiga krama mulai menjalani brata desa adat dengan pantangan tidak diperbolehkan memakan daging berkaki empat. Tidak dibolehkan melaksanakan upacara ngaben selama 15 hari.
Sebelas hari sebelum upacara Ngemedalang Ida Hyang Ratu Sakti Pingit kemudian dilanjutkan dengan memilih (pingitan) lima orang remaja. Lelaki muda ini dipilih untuk memundut priligian ida bhatara dengan sebelumnya mengikuti upacara penyucian diri. Proses selanjutnya adalah pingitan, pemangku, dan penghulu desa kemudian memohon (nunas) Pralinggian Ida Ratu Hyang Sakti Pingit.
Dari payogan Ida di Bulian, kemudian disambut dengan pemendak Ida Bhatara. Pada prosesi tidak diperkenankan menyalakan lampu atau sumber cahaya lain. Meski demikian, pralinggian Ida Bhatara bersama pengiringnya tiba di Pura Bale Agung kemudian dipersembahkan Katuran Tulung Sangkul dan hingga tengah malam digelar Ngwangsuh Pralinggian Ida Ratu Hayng Sakti Pingit.
Pagi hari sekitar puku 09.00 wita bertepatan pada purnama, pemangku, penghulu desa dan krama kemudian menggelar Upacara Mapeningan ke Pura Penyusuhan Penegil Dharma yang berbatasan dengan pantai. Proses penting itu ketika nunas ke payogan ida bhatara kemudian mendak hingga dilinggihkan di pura desa. “Ritual ini sudah ada sejak turun temurun, dimana ida bhatara mapeningan bersama 12 pralinggian ida bhatara yang ada di lingkungan Desa Pakaraman Kubutambahan,” katanya.
Menurut Warkadea, setelah satu hari digelar mapeningan, pada malam hari Ida Hyang Ratu Sakti Pingit akan mantuk (kembali ke payogan). Setelah ritual itu, upacara belum selesai dan masih berlangsung hingga tiga hari ke depan.
Kesempatan ini mengundang ketertarikan Umat Hindu tidak saja di Kubutambahan dan Buleleng, namun dari daerah lain menyempatkan diri untuk melakukan persembahyangan. Hal ini tidak lepas dari kepercayaan umat bahwa Ida Bhatara yang berstana di pura-pura besar di Kubutambahan berkaitan erat dengan wujud pemerintahan di dunia nyata (skala).
Bahkan, banyak mempercayai jika kalangan pemangku kebijakan di pemerintahan kerap kali memohon restu dengan melakukan persembahyangan dan mempersembahkan sesajen kehadapan Ida Bhatara. “Sesuai apa yang kami terima setelah Ida Bhatara mantuk upacara masih berlangsung tiga hari dan ini banyak dimanfaatkan oleh umat kami dan umat dari daerah lain untuk ngaturang bhakti ke sini dan sekaligus untuk memohon kerahayuan dan keselamatan,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)