Suasana persembahyangan di Pura Tuluk Biyu Batur yang menggelar Mapepada Agung, Kamis (5/10). (BP/nan)
BANGLI, BALIPOST.com – Ribuan pemedek mengikuti prosesi mapepada agung di Pura Tuluk Biyu Batur Kintamani Kamis (5/10). Prosesi tersebut digelar serangkaian pelaksanaan puncak karya ngusaba kapat yang jatuh pada rahinan Purnamaning Kapat.

Prosesi mepapada agung yang dimulai pukul 14.00 wita yang diawali dengan pelaksanaan bhakti penyambleh yang dihadiri oleh Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta. Selanjutnya dilanjutkan dengan iring-iringan kober, umbul-umbul dan pralingga Ida Betara.

Prosesi mepapada agung juga diiringi oleh 15 sekaa gong dan sekaa tarian baris berjalan menyelusuri jalan utama sepanjang 2 km ke arah selatan dan kemudian berputar ke arah utara. Dari arah utara desa iring-iringan kemudian kembali keareal pura selanjutnya dilaksanakan bhakti pengusaban.

Baca juga:  Petani Penyanding Lahan Tambak di Tuwed Protes

Pemangku Pura Teluk Biyu Batur Jro Penyarikan Alitan didampingi Ketua Panitia Karya Ketut Sudana menjelaskan, makna dari proses mepepada agung ini pada intinya adalah sebagai wujud syukur umat kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa atas anugerahnya yang diberikan kepada umatnya.

Dijelaskan juga dalam prosesi mapapada agung Ida Betara yang diiring memargi ke tangun desa turun mececingak untuk memberikan kemakmuran bagi umatnya. Dikatakan pula dalam puncak karya ngusaba ini juga dilaksanakan bhakti Madewasraya. Ritual semacam ini terakhir kali dilaksanakan di Pura Tuluk Biyu Batur pada 2006 lalu secara besar-besaran dengan mempersembahkan 12 ekor kerbau.

Baca juga:  Genap 3 Pekan, Kabupaten Ini Sudah Laporkan 98 Warga Meninggal Terpapar COVID-19

Sedangkan tahun berikutnya sampai sekarang hanya 2 ekor kerbau, 2 kambing, 6 babi dan upakara pebangkit. “Tujuan dilaksanakan upacara Medewaseraya yakni untuk memohonkan kehadapan-Nya agar alam semesta beserta isinya dianugerahi kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan dunia,” jelasnya.

Sementara itu Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta mengatakan, sangat bangga atas pelaksanaan Pujawali Ngusaba Purnamaning Kapat Caka 1939 ini. “Mari kita doakan agar Gunung Agung tidak jadi meletus, jika terjadi meletusnya tidak terlalu dahsyat agar tidak banyak memakan korban. Karena Manusia bisa berharap, namun jika sudah kehendak Beliau kita bisa menerima saja,” ujarnya. (Eka Parananda/balipost)

Baca juga:  Umat Hindu Harus Paham Bedakan Tradisi dan Ritual
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *