gandrung
Para penari dalam festival Gandrung. (BP/bud)

 

BANYUWANGI, BALIPOST.com – Pagelaran kolosal Festival Gandrung Sewu menjadi atraksi wisata di Banyuwangi yang paling ditunggu. Di hadapan ribuan wisatawan lokal dan mancanegara, 1.286 penari menari di bibir Pantai Boom dengan latar belakang indahnya panorama Selat Bali, Minggu (8/10).

Tari Gandrung adalah tarian khas Banyuwangi yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pertunjukan Festival Gandrung Sewu kali ini dibumbui teatrikal perjuangan pahlawan Banyuwangi dalam melawan penjajah, yang kisahnya tersirat dalam gending “Kembang Pepe” yang menjadi tema utama atraksi yang telah digelar rutin sejak 2012 itu. Fragmen itu mengisahkan para pahlawan bersiasat dengan menggelar pertunjukan seni Barong dan Tari Gandrung untuk menjebak penjajah.

Baca juga:  Rayakan HUT I, Sekaa Okokan Brahma Diva Kencana Komit Lestarikan Seni

Sebagian penari Gandrung pun memakai topeng Barong dalam aksinya. Perpaduan kereografi yang menawan, kostum Gandrung yang indah, aksi kebasan selendang berwarna merah, dan fragmen teatrikal membuat pertunjukan Gandrung Sewu kian mempesona.

Lionel Tournier, wisatawan asal Prancis, memuji ajang wisata berbalut budaya ini. “Tariannya sangat indah. Saya sampai terbawa perasaan saat ikut menari Gandrung,” kata Lionel yang datang bersama rombongan temannya ke Banyuwangi.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, Gandrung Sewu menjadi salah satu festival budaya yang konsisten digelar. “Selain menjadi atraksi wisata, ini juga cara Banyuwangi untuk konsolidasi budaya dan meregenerasi pelaku seni. Kita buktikan bahwa festival menjadi instrumen ampuh untuk menumbukan kecintaan generasi muda pada seni-budaya,” kata Anas.

Baca juga:  Singa Mas Indonesia Meriahkan Lampung Fair 2017

“Kita juga pupuk rasa cinta Tanah Air lewat ajang ini. Anak-anak muda memahami bahwa Indonesia sangat beragam budaya, dan saya sampaikan ke mereka, bahwa keberagaman itu adalah modal untuk membangun bangsa, jangan dijadikan alasan perpecahan,” imbuh Anas.

Mendapatkan ribuan penari bukan hal sulit bagi Banyuwangi. Bahkan, tiap tahun harus diadakan seleksi di tingkat kecamatan, karena ada sekitar 3.000 calon penari.

Mahkota Permata Ratri, salah seorang penari muda dari SMPN 1 Cluring bangga bisa terlibat pada pagelaran tari yang disaksikan ribuan orang. “Ini menambah pengalaman dan kecintaan saya pada Indonesia yang sangat kaya beragam budaya,” tuturnya.

Baca juga:  Menanti Terwujudnya Pusat Kebudayaan Bali

Mahkota belajar menari dengan mengikuti ekstrakurikuler tari di sekolah. Minatnya belajar seni- budaya semakin kuat seiring kebijakan Pemkab Banyuwangi yang memfasilitasi beragam kreasi anak muda dalam balutan Banyuwangi Festival.

“Menghidupkan budaya ini penting, daripada tiap hari kita main game online. Saya sering mengajak teman-teman untuk mencintai seni-budaya kita,” ujarnya.

Festival Gandrung Sewu juga dihadiri sejumlah tamu istimewa, di antaranya istri Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid, Ibu Sinta Nuriyah Wahid. (budi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *