DENPASAR, BALIPOST.com – Disaat semua mata tertuju pada Gunung Agung, tiba-tiba saja beredar surat permohonan rekomendasi ijin pelaksanaan reklamasi teluk benoa dari PT. TWBI. Surat ditujukan kepada Gubernur Bali, tertanggal 31 Agustus 2017. Permohonan rekomendasi gubernur ini masih terkait dengan rencana TWBI mengajukan permohonan ijin pelaksanaan reklamasi kepada Menteri Kelautan dan Perikanan RI.
“Bagaimana bisa minta rekomendasi pelaksanaan kalau belum memiliki ijin lingkungan hidup, baik amdal maupun kajian dampak strategis lingkungan hidup. Gubernur salah kalau memberikan rekomendasi tersebut,” cecar Anggota Fraksi PDIP DPRD Bali, A.A. Ngurah Adhi Ardhana dikonfirmasi mengenai surat permohonan rekomendasi dari TWBI di Denpasar, Senin (9/10).
Menurut Adhi Ardhana, tahapan ijin pelaksanaan reklamasi di Kementrian Kelautan dan Perikanan juga tidak ada hubungannya dengan gubernur. Artinya, TWBI tidak tepat sasaran memohon rekomendasi dari orang nomor satu di Bali tersebut.
“Iya… tidak tepat sasaran dan kasihan Pak Gubernur terus menerus diadu dengan rakyat. Salah besar kalau gubernur mengeluarkan rekomendasi karena tidak pada tempatnya,” jelas anggota Komisi II ini.
Dikonfirmasi terpisah, Karo Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali I Dewa Gede Mahendra Putra mengaku tidak pernah melihat surat dari TWBI itu. Terlebih, pihaknya masih disibukkan dengan urusan pengungsi siaga darurat bencana Gunung Agung. “Nanti saya cek lagi, saya belum lihat itu. Kalau lihat, kita harus kaji lagi. Sekda juga belum tahu itu,” ujarnya.
Sedangkan Sekda Provinsi Bali, Cokorda Ngurah Pemayun juga membenarkan apa yang dikatakan Karo Humas dan Protokol. Pihaknya sampai saat ini sama sekali belum menerima ataupun membaca surat dari PT. TWBI. Namun berjanji akan mengecek apakah ternyata sudah masuk di Bagian Umum dan memberi kabar Selasa ini atau Rabu besok. Kalau memang ada, pihaknya akan menanyakan lagi apakah sudah ada ijin lingkungan (amdal) dari pusat sebelum akhirnya mengeluarkan rekomendasi. “Seluruh perijinan reklamasi itu adalah di pusat. Kami hanya memberikan pertimbangan teknis. (Kalau belum ada ijin dari pusat) bagaimana mau mengeluarkan (rekomendasi). Melanggar aturan saya,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Politik ForBALI Suriadi Darmoko mengatakan, rekomendasi dari Gubernur merupakan syarat lain untuk mengajukan ijin pelaksanaan reklamasi di Teluk Benoa selain harus menyertakan ijin lokasi dan ijin lingkungan (amdal).
Dalam kasus reklamasi Teluk Benoa, maka PT. TWBI harus mendapatkan rekomendasi terlebih dahulu dari Gubernur Bali (Permen KKP No. 28/2014 pasal 14 ayat (3) huruf j) agar dapat mengajukan ijin pelaksanaan reklamasi di Teluk Benoa.
“Jika berdasarkan surat tersebut, lokasi reklamasi yang diajukan oleh PT. TWBI di adalah Desa Kuta, Tuban, Kedonganan, Jimbaran, Benoa, Tanjung Benoa, Pemogan dan Pedungan. Dari keseluruhan desa tersebut tidak ada satupun desa adat yang mendukung rencana reklamasi yang direncanakan oleh TWBI. Artinya sampai hari ini, Desa Adat di Bali masih dan terus konsisten untuk menolak,” ujar Direktur Eksekutif WALHI Bali ini.
Suriadi mempertanyakan sikap TWBI yang mengabaikan penolakan dari desa adat dan terus memaksakan reklamasi Teluk Benoa. Selain kengototan TWBI untuk mereklamasi Teluk Benoa, fakta lain justru menunjukkan bila Gubernur Bali juga memiliki kewenangan dalam reklamasi Teluk Benoa.
Artinya, ForBALI dan Pasubayan selama ini sudah berada pada jalan yang sangat tepat untuk terus bergerak menolak reklamasi Teluk Benoa. “Termasuk pula menggelar aksi-aksi di depan kantor Gubernur Bali, karena Gubernur Bali dalam rencana reklamasi Teluk Benoa memiliki kewenangan setidak-tidaknya kewenangan untuk menerbitkan rekomendasi. Hal tersebut berarti pula bahwa tuntutan rakyat Bali yang meminta Gubernur Bali untuk menolak reklamasi Teluk Benoa serta meminta Gubernur Bali untuk bersurat kepada pemerintah pusat untuk mebatalkan Perpres No. 51 Tahun 2014 juga adalah tindakan yang sangat tepat,” tandasnya. (rindra/balipost)