hamil
Ilustrasi. (BP/dok)
TABANAN, BALIPOST.com – Tingginya penularan HIV melalui hubungan heteroseksual membuat pihak Dinkes Tabanan menerapkan pemeriksaan HIV untuk ibu hamil di setiap puskesmas Tabanan. Meski bukan pemeriksaan wajib, namun tes HIV selalu disarankan bagi setiap ibu hamil yang memeriksakan kandungan ke Puskesmas. Tujuannya mendeteksi dini keberadaan virus sehingga ibu bisa segera mendapatkan terapi VCT dan mencegah virus menular pada janin yang dikandungnya.

Tahun 2017 sendiri tercatat 10 ibu hamil positif HIV. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Tabanan, dr. Nyoman Suratmika, rata-rata dalam setahun di Tabanan tercatat 5000 ibu hamil. Dalam pemeriksaan tes HIV, Tabanan telah mempersiapkan 20 puskesmasnya baik itu tenaga SDM seperti konselor dan peralatan untuk tes  HIV.

Baca juga:  Pindahkan Buis, Nelayan Tertimbun Reruntuhan Sumur

“Saat ini di masing-masing puskesmas sudah ada konselor untuk konseling bagi ibu hamil yang ingin menjalani tes HIV serta laboratorium untuk tes HIV,” ujarnya.

Sementara untuk ketersediaan obat ARV kata Suratmika belum tersedia di puskesmas dan diarahkan ke VCT BRSU Tabanan.

Diakui Suratmika tidak semua ibu hamil di Tabanan mau menjalani tes HIV. Petugaspun tidak memaksa tes ini tetapi hanya menyarankan. Rata-rata per tahun hasil positif yang terdata di puskesmas mencapai belasan. Tahun 2016 tercatat 11 ibu hamil positif HIV dan tahun 2017 tercatat 10 yang positif.

Baca juga:  Mudahkan Pelanggan Bali Pilih Mobil Bekas Berkualitas, OLX Perkenalkan Fitur Ini

Untuk tahun 2016 menurut Suratmika, 10 diantaranya menjalani program PMTCT atau pencegahan transfer virus HIV dari ibu ke bayi. Sementara satu orang tidak kembali untuk menjalani pemeriksaan atau putus kontak. Untuk tahun 2017 hingga saat ini masih terpantau dan menjalani PMTCT.

Suratmika melanjutkan tidak semua status ibu hamil yang positif ini diketahui suami maupun keluarga dekatnya

Sebab dalam membuka status pasien HIV harus dengan persetujuan pasien sendiri. “Status pasien sifatnya rahasia dan hanya dibuka jika pasien menginginkan,” jelas Suratmika.

Peran konselor disini adalah memberikan pemahaman kepada pasien serta mendampingi pasien dalam menghadapi statusnya. HIV sendiri tidak menular dengan mudah dan sudah ada obatnya. Dengan pengobatan teratur dalam hal ini terapi ARV, keberadaan virus dalam tubuh bisa ditekan sehingga pasien bisa hidup sehat. “Pemahaman-pemahaman ini yang diberikan kepada pasien dan keluarganya. Sehingga perlahan diskriminasi untuk pasien HIV di masyarakat bisa dihilangkan,” imbuh Suratmika.

Baca juga:  Desa Adat Putung Disiplin Terapkan Prokes

Bagi ibu hamil yang positif HIV pun bisa diobati dengan menjalani terapi ARV melalui program PMTCT.  Lewat program ini penularan virus pada bayi yang dikandung ibu bisa dicegah dan melahirkan bayi sehat. (wira sanjiwani/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *