mengungsi
Kepala SMPN 2 Amlapura saat menyampaikan masukan dan situasi terkini kondisi siswa di Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Karangasem, Rabu siang. (BP/gik)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Janji pemerintah untuk menerima siswa di sekolah dekat tempat mengungsi tanpa syarat, rupanya masih belum sejalan dengan fakta di lapangan. Siswa justru masih dimintai biaya tertentu untuk kebutuhan administrasi siswa. Ini masih marak terjadi di Kota Denpasar, saat didatangi siswa pengungsi dari Karangasem.

Keluhan tersebut disampaikan Kepala SMPN 2 Amlapura, I Wayan Gede Suastika, S.Pd., M.Si saat kepala sekolah se-Karangasem dan pejabat terkait lainnya bertatap muka dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali, Tia Kusuma Wardhani, di Aula Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Karangasem, Rabu (11/10) siang.

Dia mengaku mendapat keluhan dari dua orangtua siswa, setelah mengungsi ke Denpasar. “Ada satu sekolah swasta di Denpasar, memaksa orangtua meneken sesuatu dan membayar uang macam-macam. Padahal, Gubernur Bali sudah menegaskan, sementara harus menerima tanpa syarat,” kata Suastika yang juga Ketua MKKS SMP di Karangasem ini.

Dia menolak menegaskan sekolah mana yang dimaksud itu. Tetapi, nama sekolahnya sudah disampaikan langsung kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali untuk selanjutnya ditindaklanjuti kepada sekolah itu.

Baca juga:  Habis Belajar Kelompok, Dua Bocah Tewas di Kolam Hotel Luxindo

Menurutnya, ini jelas mempersulit warga yang sudah dalam situasi sulit saat harus mengungsi, meninggalkan rumah dan harta bendanya di dalam rumah.

Tidak hanya terkait adanya pungutan, Suastika juga menyampaikan ada sekolah-sekolah lain di Kota Denpasar yang mempersulit siswa pengungsi di Karangasem, dengan cara meminta berbagai persyaratan administratif lainnya. Kesannya sangat berbelit-belit. Nama-nama sekolah yang demikian juga sudah dilaporkan ke Kepala Dinas Provinsi Bali untuk selanjutnya bisa ditindaklanjuti.

“Sekolah itu terkesan menolak siswa pengungsi secara halus, dengan meminta berbagai syarat administratif yang menjelimet. Dalam situasi begini, mana sempat orangtua siswa mengurus hal-hal begituan,” kata Suastika.

Total siswa di SMPN 2 Amlapura sebanyak 1.185 orang. Saat ini, sebanyak 1.033 orang sudah mulai aktif bersekolah. Sisanya sebanyak 152 siswa yang di lokasi pengungsian. Dari jumlah itu, 114 orang sisanya sudah terlacak keberadaannya di lokasi pengungsian.

Baca juga:  Demi Selingkuhan Curi Motor, TO Ini Ditangkap di Kontrakannya

Sedangkan, sisanya 38 siswa belum terlacak, apakah sudah melanjutkan sekolah di dekat lokasi pengungsian atau belum, belum dapat dipastikan. Pihaknya masih menelusuri jejak 38 siswa tersebut.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali, Tia Kusuma Wardhani, kembali menegaskan bahwa siswa harus diterima sementara di sekolah tempat pengungsi tanpa syarat. Sebagaimana arahan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, seharusnya tidak ada bayar apapun, apalagi sampai ada sekolah yang menolak. Melihat situasi seperti itu, menurutnya harus ada nota kesepahaman antara Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dengan Kepala Dinas Kabupaten.

Dalam waktu dekat, pihaknya akan segera memanggil Kepala Dinas Pendidikan terdampak, seperti Kabupaten Karangasem, Buleleng, Klungkung dan Bangli, untuk membicarakan lebih lanjut soal penanganan menyeluruh di bidang pendidikan. Demikian juga Kepala Dinas Pendidikan kabupaten/kota lainnya, untuk menekankan kepada seluruh sekolahnya agar mau ikut membantu meringankan beban para pengungsi saat ini. “Anak-anak di pengungsian juga perlu pendampingan,” tegas Tia Kusuma Wardhani.

Baca juga:  Guru dan Siswa Mengungsi, Sekolah Ini Terapkan Sistem Pembelajaran Online 

Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Karangasem I Gusti Ngurah Kartika, mengatakan untuk jenjang SMP total ada sebanyak 50 SMP dengan jumlah siswa 11.719 orang. Dari jumlah itu, 17 sekolah di antaranya tak aktif karena masuk zona awas. Jadi ada sebanyak 5.642 siswa di zona awas yang mengungsi ke tempat aman.

Sementara untuk jenjang SD ada sebanyak 364 SD dengan jumlah siswa sebanyak 44.577 orang. Dari jumlah tersebut, yang non aktif di daerah awas ada sebanyak 96 sekolah yang menampung sebanyak 12.152 orang siswa. “Terkait data, minggu ini kami sudah membentuk tim monev. Tugasnya mendata siswa yang masuk dan keluar. Nanti provinsi juga punya basis data siswa yang keluar dari sekolah asal dan masuk di sekolah yang baru. Jumlahnya harus sama. Kalau ada selisih, ini yang harua dikejar, kemana siswa itu pergi,” tegasnya. (bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *