JAKARTA, BALIPOST.com – Dampak dari rencana pemerintah meniadakan transaksi tunai dan menggantikannya dengan uang elektornik (e-money) dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan Dirut PT. Jasa Marga beserta jajaran dan unsur perbankan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/10).
Topik yang mengemuka bahwa dengan sistem robotisasi sistem transaksi di jalan tol telah menimbulkan keresahan di kalangan pekerja yang bertugas di pintu tol. Direktur utama PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Desi Aryani memastikan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja pintu tol yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ia menjelaskan sebelum pemerintah mendorong penggunaan transaksi e-money, di setiap gardu tol ada tiga shift, kemudian perlahan jumlahnya dikurangi hingga nantinya benar-benar ditiadakan. “Karena beberapa hal, yakni di gerbang-gerbang tersebut dengan adanya non tunai bukan berarti tidak ada petugas, apalagi di masa transisi ini. Di kantor pusat, kami sedang mengoptimalkan berbagai fungsi yang kaitannya adalah meningkatkan service. Kami akan menambah beberapa job-job baru di tempat-tempat yang akan kami ciptakan,” ujarnya.
Keharusan pengguna jalan menggunakan e-money dilakukan PT. Jasa Marga dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), karena pihaknya berpandangan bahwa sudah 100 persen pintu tol bisa membaca uang elektronik, namun kenyataanya penyerapannya atau utilisasi dari uang elektronik masih sangat rendah.
Oleh karena itu, dalam waktu sangat pendek ini tepatnya pada 31 Oktober 2017, pemerintah menargetkan 100 persen mengubah posisi peralatan yang ada di gardu, yang selama ini manual menjadi sistem transaksi elektronik atau e-money. “Kami mengubah posisi readernya sehingga yang tadinya di dalam dengan petugas yang menerima dan mengembalikan uang, dialihkan di luar. Sehingga mudah di taping oleh para pengguna jalan,” jelas Desi. (Hardianto/balipost)