DENPASAR, BALIPOST.com – Gardu Induk PT PLN (Persero) Area Pelaksana Pemeliharaan Bali Pemecutan Kelod, Desa Dangin Puri Kauh, Denpasar yang terletak di Jalan Imam Bonjol No. 350, ditembok oleh keluarga ahli waris pemilik tanah, Sabtu (14/10). Tembok penyengker dari batako yang tingginya mencapai 1,5 meter ini dipasang tepat di depan gerbang pintu masuk Gardu Induk Pemecutan Kelod.
Alasan penyegelan dilakukan oleh keluarga ahli waris, sebab tanah yang luasnya mencapai 4.217 m2 ini secara hukum dimiliki oleh I Gusti Made Mentog (Alm) berdasarkan hasil ukur dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) pada 1 Agustus 2017 lalu. Agung Ngurah Semara Adnyana selaku keluarga sekaligus kuasa hukum ahli waris saat ditemui di lokasi, mengatakan proses negoisasi dan dengar pendapat dengan pihak PLN telah dilakukan sejak 2005 silam dengan menghadirkan Ombudsman, DRPD Bali, Arya Wedakarna, BPN Kota Denpasar, Camat Denpasar, Walikota Denpasar dan stakeholder terkait.
Namun, selama itu tidak ada respons dari PLN terkait. “Pada Intinya pihak keluarga tidak mau ribut dan berdebat, kita cari win-win solutionnya, bahkan kita sudah mediasi dengan BPN dan Kepolisian, tetapi tetap aja sama (tidak ada respons, red), hingga akhirnya kami lakukan penembokkan. Namun, karena ini fasilitas umum, kita tetap kasi jalan masuk bagi pegawai PLN untuk mengatur pendistribusian listriknya, karena kita masih legowo dan sabar,” ujarnya.
Rencananya, setelah penembokkan selesai dilakukan, pihaknya akan memasang gambar tanah di depannya. Hal ini dilakukan agar pihaknya maupun PLN mengetahui seberapa luas tanah yang dimilki PLN dan tanah mana yang dimilki ahli waris.
Agar tidak ada kesalahpahaman di antara kedua belah pihak. “Karena kami tidak mau disalahkan oleh publik, bahwa kita merusak, menyegel faslitas umum, sedangkan dia pun (PLN, red) juga melanggar aturan pengadaan tanah,” tandasnya.
Selain itu, Ngurah Semara mengakui sejak tahun 1995 pajak tanah di lingkungan Gardu Induk Pemecutan Kelod ini dibayar oleh pihak keluarga ahli waris sampai saat ini. Oleh karena itu, pihaknya hanya menuntut apa yang menjadi hak dan kewajiban keluarga ahli waris. Sehingga, berbagai mediasi telah dilakukannya. “Milik kami kurang lebih 20 m2 x 210 m2 berdasarkan hasil ukur yang didapat BPN dari total luas tanah asalnya 4.350 m2 setelah potong jalan dengan got. Tentu kami inginkan hak-hak yang menjadi milik kami,” tegasnya.
Pihaknya berharap pihak PLN bisa mengembalikan tanah yang menjadi hak waris keluarga pemilik tanah, dan menuntut ganti rugi dari tahun 2005. Sebab, sejak tahun itu tanah tersebut mempunyai nilai ekonomi. “Kita minta rugi antara sebagai pengganti penyewaan yang dikuasai oleh PLN dan kita minta ganti rugi pengosongan atau bagaimana, tergantung nanti pihak PLN. Kalau tidak juga, tetap akan kita lakukan penembokan seperti saat ini disepanjang tanah kita,” pungkasnya. (Winatha/balipost)