NEGARA, BALIPOST.com – DPRD Jembrana merekomendasikan kepada eksekutif untuk menunda eksekusi penutupan kafe di Delodberawah. Dewan juga meminta pemerintah memfasilitasi para pengusaha untuk mengurus izin mereka secara kolektif (bersama-sama).
Hal tersebut terungkap saat puluhan pengusaha kafe di Delodberawah Selasa (17/10) mendatangi kantor DPRD Jembrana.
Mereka meminta kepastian tentang keberlangsungan usaha mereka yang selama ini terusik adanya upaya penutupan dari pemerintah. Selain berdampak pada jumlah kunjungan, para pengusaha yang berupaya mencari ijin juga merasa dipersulit. Misalnya untuk mengurus SKTS (Surat Keterangan Tinggal Sementara) di tingkat desa.
Kedatangan para pengusaha kafe ini diterima oleh jajaran pimpinan Komisi DPRD Jembrana diantaranya I Nyoman S. Kusumayasa, Putu Dwita dan Ida Bagus Susrama serta Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, I Nengah Alit serta OPD terkait.
Dalam pertemuan tersebut para pengusaha menyampaikan keluhan mereka serta membeberkan awal permasalahan yang sebenarnya kecil tetapi akhirnya menjadi besar. Mereka menyebut permasalahan antara pengusaha dan desa sejatinya dilandasi karena persaingan minuman Bir.
Oleh desa, para pengusaha diwajibkan untuk menjual merk Bir tertentu, dengan target penjualan yang ditentukan. Salah seorang pengelola kafe yang warga Delodberawah, mengungkapkan awalnya seluruh kafe ditargetkan melakukan penjualan 7200 krat sehingga desa mendapat kompensasi Rp 300 juta dan saat itu dengan susah payah terpenuhi bahkan melebihi. Kompensasi itu disebutkan untuk kepentingan pembangunan di desa pekraman.
Namun tiba-tiba, setelah itu tanpa sepengetahuan mereka dalam kerjasama kedua ditarget lagi menjadi 14.400 krat. “Kalau tidak mau kafe akan ditutup. Sebenarnya ini masalah kecil, hanya karena bir. Kami (pengusaha) diperas betul,” tandas pria yang akrab disapa Timplung ini.
Pihaknya meminta pemerintah juga memperhatikan para pengusaha yang sudah berusaha di sana. Paling tidak bagaimana agar mereka tetap berusaha. Pengusaha lain, Ngurah Hartono mengatakan sepakat untuk memajukan pariwisata, tetapi tidak menutup usaha kecil. Pihaknya juga berharap ada kepastian pengurusan izin, termasuk SKTS yang diatur desa. Sebab, selama ini untuk mengurus SKTS yang diatur Perda, mereka justru diarahkan ke Bendesa. “Kita sangat menghormati Desa Pekraman, tetapi juga harus jelas,” terangnya.
Ketua Komisi B DPRD Jembrana, I Nyoman S. Kusumayasa meminta kejelasan pengurusan izin usaha ini. Pihak eksekutif diminta tidak hanya sekedar menutup, tetapi juga memfasilitasi bagaimana mereka bisa berusaha dengan aturan. Sehingga jelas, termasuk pajak-pajak yang mereka bayar masuk ke kas daerah.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Jembrana, I Putu Dwita mendengar keluhan dari pengusaha kafe ini meminta agar pemerintah daerah untuk tidak mengeksekusi. “Secara prinsip, saya tetap tidak setuju. Semuanya membutuhkan waktu, kalau memang untuk Delodberawah yang lebih baik, mari bersama-sama,” tandas Dwita.
Ketua Komisi C, Ida Bagus Susrama mengatakan dari hasil rapat kemarin Dewan akan melayangkan surat ke eksekutif untuk menunda eksekusi hingga para pengusaha kafe ini difasilitasi untuk mengurus izin yang diperlukan. “Surat tersebut segera dikirimkan,” tandas Dewan asal Pendem ini. (surya dharma/balipost)