Kuota
Ilustrasi tabung elpiji. (BP/dok)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Kebutuhan elpiji di lokasi pengungsian paling sulit terpenuhi. Pasokan elpiji di setiap pengungsian sangat minim, sehingga membuat warga harus mencari opsi lain untuk kebutuhan memasak sehari-hari.

Seperti yang dilakukan pengungsi di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem. Para pengungsi setempat terpaksa memanfaatkan kayu bakar untuk kebutuhan memasak setiap hari.

Cara ini salah satunya dilakukan para pengungsi dari Banjar Dinas Pangleg Desa Jungutan yang mengungsi di Bale Banjar Pengawan Desa Sibetan. Disana ada 405 orang pengungsi. Sebanyak 45 orang di antaranya sudah pindah lagi ke tempat pengungsian Antiga, Manggis. Di sana sudah lama pasokan tabung gas seret.

Agar tetap bisa memasak, setiap pengungsi diminta membawa kayu bakar setelah pulang menengok ternak di rumahnya di zona awas. “Kayu bakarnya nanti dibawa masing-masing warga pengungsi ke sini, nanti disini masak sama-sama,” kata Klian Banjar Dinas Pangleg, Komang Serinten, saat ditemui di lokasi pengungsian, Senin (16/10).

Baca juga:  Kasus COVID-19 Terus Melonjak, Diskes Bali Keluarkan Surat Edaran Minta Faskes Lakukan Ini

Saat ini, kecuali tabung gas, dia menegaskan pasokan logistik ke tempat pengungsian cukup lancar. Sebab, para relawan di Desa Sibetan juga proaktif mengumpulkan logistik dari donatur berbagai daerah.

Memanfaatkan kayu bakar juga dilakukan pengungsi di Bale Banjar Karanganyar, Desa Sibetan. Pengungsi di banjar ini ada sebanyak 567 orang. Mayoritas berasal dari Batu Ampin, Jungutan. Salah satu relawan di lokasi pengungsian ini, Wayan Kariana, Senin (16/10) malam, mengatakan pemakaian tabung gas bisa mencapai 4 sampai 5 tabung dalam dua hari. Sementara pasokan gas masih sangat minim.

Untuk sementara, para pengungsi di tempat ini juga memanfaatkan kayu bakar. Awalnya memakai kayu bakar tidak menjadi kendala. Tetapi, setelah beberapa hari turun hujan lebat, para pengungsi makin kesulitan untuk memasak.

Baca juga:  Walhi Ungkap 400-an Hektare Lahan Pertanian Terkena Proyek Tol Gilimanuk

Karena kayu bakarnya tak bisa dipakai. “Sempat makai gas, tapi cepat habis. Pakai alternatif kayu bakar, belakangan hujan, jadi basah semua. Situasinya begini, beberapa pengungsi lebih baik memilih pulang ke rumahnya meski berada di zona awas,” kata Kariana.

Masih di Desa Sibetan, warga pengungsi di Banjar Dukuh, juga mengeluhkan hal serupa. Warga pengungsi dari Banjar Yeh Kori, Jungutan ini meminta ketersediaan gas agar bisa segera teratasi, kalau warga masih dilarang masuk pulang ke rumahnya yang masuk zona awas.

Minimnya pasokan gas juga sempat diungkapkan para pengungsi di Pos Pengungsian Pasar Sinduwati, Desa Sinduwati, Kecamatan Sidemen. Lokasi pengungsian di Desa Sinduwati ada enam titik. Selain di Pasar Sinduwati, juga ada di Banjar Kikian, Banjar Punia, Banjar Sindu Bali dan Lapangan Umum Mamed. Ada pula tersebar di perumahan warga. Hampir semuanya kekurangan tabung gas elpiji.

Baca juga:  Memohon Kerahayuan Jagat, Ratusan Umat Hindu Gelar Upacara Pekelem Alit

Total, semua pengungsi di Desa Sinduwati mencapai 1.608 orang. Sementara di Pasar Desa Sinduwati saja jumlahnya 437 orang, seluruhnya berasal dari Desa Peringsari, Kecamatan Selat.

Perbekel Peringsari, Wayan Bawa, saat ditemui di Pos Pengungsian Pasar Sinduwati, berharap bantuan tabung gas lebih banyak ke lokasi pengungsian. Sebab, inilah yang sekarang sangat dibutuhkan, ketimbang beras atau mie instan.

Menjawab kesulitan ini, beberapa pihak katanya sudah menyumbangkan gas. Tetapi, tetap masih kurang karena pemakaiannya cukup tinggi. Satu pos pengungsian disana bisa menghabiskan 9 kg gas per hari. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *