DENPASAR, BALIPOST.com – Memainkan alat musik tradisional, seperti suling Bali, memang membutuhkan keahlian dan jiwa seni yang tinggi. Apalagi, memainkan Suling Bali dikolaborasikan dengan lagu-lagu rohani, seperti lagu rohani Kristiani di hadapan ratusan orang dan beberapa Pastur. Hal inilah yang dialami oleh pemain suling Bali, I Made Manipuspaka.
Dek Mani, demikian sapaan akrabnya, baru-baru ini dipercaya menjadi duta SD Imanuel Dalung, tempat ia menuntut ilmu untuk melakukan study banding ke SD Pengtak, berkunjung ke Soongsil University Sungsil dan Gereja Myon Dong Seoul Gangnam, Korea Selatan. Sebagai salah satu persyaratannya dengan menampilkan kesenian.
Tidak begitu ahli dalam memainkan suling Bali, namun bocah kelahiran Denpasar, 18 Juli 2006 tersebut mengaku tidak khawatir dan tampil tanpa beban dihadapan ratusan orang asing tersebut. Bahkan, hal tersebut menjadi tantangan baru diusianya yang masih anak-anak. “Saya sangat bersyukur, bisa tampil dengan baik. Jujur, saya mempersiapkan diri dengan matang jauh sebelum berangkat. Malu dong, tampil di negeri orang dengan memainkan suling asal-asalan,” ujarnya tersenyum polos, Jumat (20/10).
Saat itu, ia membawakan lagu berjudul “Gembala Baik Bersuling Nan Merdu” dalam acara Ibadah Minggu di Gereja Myon Dong Seoul Korea. Ia memainkan suling Bali yang bernada pentatonik untuk mengiringi lagu dengan nada diatonik.
Dek Mani merasa deg-degan. Sebab, ia harus tampil dihadapan sekitar 600 orang dan beberapa Pastur. “Pada awalnya memakai gamelan gender wayang, namun alatnya besar. Sempat mencoba rebab, terlalu panjang untuk dibawa. Lalu, menggunakan suling,” cerita murid kelas VI ini kalem.
Bocah yang bercita-cita menjadi arsitek itu mengatakan, orang-orang di Korea sangat mengagumi kesenian Bali. Bahkan, ketika usai memainkan suling mereka langsung menyerbu untuk dapat bersalaman dan ada beberapa menepuk pundaknya dan ada pula mencubit-cubit pipinya. Bahkan ada yang menanyakan kondisi Gunung Agung pasca ditetapkan di level awas. “Saya bilang sekolah kami itu jauh dari lokasi Gunung Agung itu,” ucap anak peraih Juara Harapan lomba Gender Wayang PKB 2016.
Pada kegiatan study banding selama lima hari itu, bocah pemeran “Tonya” dalam film The Seen and Unseen karya Kamila Andini itu, mengatakan hanya ditemani gurunya, Ferdinandus Apri. Ia sempat mengikuti permainan dan pelajaran menggambar di Dongtajungang Public School.
Saat itu, ia menggambar harimau. “Untuk memperlihatkan karya gambar hanya menggunakan alat kecil seperti handphone, lalu muncul di layar. Kita tidak perlu nengok kanan dan kiri kalau ingin melihat karya teman, cukup duduk dan melihat ke layar,” pungkas salah satu pemain Teater Dongeng Tantri yang sempat pentas di Museum Indonesia Kaya Jakarta itu. (Winatha/balipost)