AMLAPURA, BALIPOST.com – Pergantian jajaran prajuru adat di Desa Adat Subagan, rupanya belum menghapus persoalan kasus pengerusakan tanah plaba Pura Puseh, yang menyeret prajuru lama. Adanya tudingan, bahwa prajuru lama menerima titipan dari pengembang untuk melegalkan proyek tanah kapling tersebut, membuat prajuru lama desa setempat angkat bicara.
Mantan Bendesa Subagan Putu Toya, Jumat (20/10), membantah menerima titipan apapun dari pengembang yang kini menjadi terlapor di Polsek Kota Karangasem.
Putu Toya mengaku sejak awal enggan menanggapi persoalan ini. Sebab, dia tak ingin situasi di desa adat tambah panas dan runyam. Terlebih, terhadap persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan kekeluargaan ini. Tetapi, tudingan seperti itu menurutnya tidak dapat dibiarkan dan dibenarkan. Selama dia menjadi bendesa adat, dia dan prajuru lain menegaskan tak pernah menerima titipan apapun berkaitan dengan proyek tanah kapling di atas tanah plaba Pura Puseh itu. “Prajuru lama itu ada 10 orang. Sekarang yang dikatakan menerima siapa, uangnya berapa, yang menyerahkan siapa?. Tidak boleh menuduh tanpa bukti,” tegas Putu Toya.
Dia mengaku sudah beberapa kali dimintai keterangan sebagai saksi atas laporan salah satu warga soal adanya pengerusakan lahan itu. Keterangan yang dibutuhkan kepolisian atas kapasitasnya sebagai mantan Bendesa Adat Subagan juga sudah disampaikan kepada pihak kepolisian di Polsek Kota Karangasem. Kalau memang pelapor ingin terus melanjutkan persoalan ke dalam proses hukum, dia mengaku tak akan ikut campur dan menghormati proses hukum yang ditempuh. Tetapi, kalau masalahnya kemudian prajuru lama diseret-seret dengan tudingan sudah menerima titipan pengembang, dia tegas membantah tudingan dari prajuru baru tersebut.
Putu Toya menambahkan, seharusnya tidak ada pertanyaan lagi soal tudingan ini. Sebab, sewaktu dia masih menjadi bendesa, persoalan ini sudah sempat dibahas dalam sangkepan. Tetapi, warga yang mempersoalkan ini, dikatakan tak sanggup menjelaskan dan memperlihatkan bukti, siapa yang memberi uang, jumlahnya berapa dan oknum prajuru siapa yang menerima siapa. Tidak hanya soal tudingan menerima titipan, soal adanya isu bahwa prajuru lama sudah menjual bagian tanah plaba Pura Puseh di Jalan Untung Surapati, Gang Sedap Malam itu, juga dikatakan tidak benar. Justru luas tanahnya masih ada sisa, setelah dilakukan pengukuran.
“Dulu infonya tanahnya seluas 60,7 are, setelah hendak disertifikatkan dan dilakukan pengukuran di lokasi, ternyata luasnya 61,5 are. Terus, yang dijual tanah yang mana?,” kata Putu Toya yang juga tokoh pendidikan Karangasem ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa warga beberapa bulan lalu,melaporkan adanya pengerusakan tanah plaba Pura Puseh Desa Adat Subagan. Oknum pengembang yang meratakan tanah itu, dikatakan belum memiliki izin dari desa adat, tetapi sudah berani meratakan lahan itu untuk proyek tanah kapling.
Belakangan, informasi dari prajuru baru, bahwa oknum pengembang ini sudah mengantongi izin dari prajuru desa adat yang lama. Untuk memperoleh izin itu, bahkan pengembang mengaku kepada prajuru baru, bahwa dia sudah menyerahkan sejumlah uang untuk prajuru lama. Ini membuat situasi di desa adat setempat jadi memanas, karena banyak warga tak terima atas dugaan tersebut.
Desa adat setempat lantas menggelar sangkepan membahas khusus masalah ini, hingga ada desakan mengganti seluruh prajuru lama. Seluruh prajuru lama pun langsung diberhentikan saat itu. Kemudian diputuskan diganti melalui pemilihan prajuru baru di wantilan desa adat setempat 17 April lalu. Jajaran prajuru baru ini lantas dikukuhkan pada 10 Mei lalu.
Untuk memastikan proses hukum masalah ini, prajuru baru ini bersama panglingsir desa dan beberapa warga ramai-ramai mendatangi Mapolsek Kota Karangasem, Rabu (18/10) lalu. Sejauh ini, belum ada tersangka dalam laporan tersebut. Penanganan kasus ini juga belum dapat dipastikan apakah akan terus berlanjut atau akan dihentikan. (bagiarta/balipost)