sopir
Lokasi Galian C tutup. (BP/dok)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Perintah penghentian aktivitas galian C yang diterbitkan Bupati Karangasem sejak 26 September lalu membuat aktivitas perekonomian di Karangasem praktis terhenti. Pemerintah bingung merencanakan pembangunan karena galian C yang menjadi sektor andalan, lumpuh.

Selain itu, masyarakat di zona aman juga ikut kelimpungan karena kehilangan pekerjaan, termasuk mereka yang selama ini berkecimpung di kegiatan pertambangan pasir baik yang berstatus pengusaha maupun buruh galian.

Dampak terparah dari penutupan aktivitas galian C dirasakan kalangan pengusahanya. Para pemilik galian kini pusing dikejar-kejar kredit. ‘’Di wilayah Kubu, semua pengusaha terikat leasing. Saat ini semua tidak berproduksi tapi pihak leasing tidak bisa diajak kompromi,’’ ungkap I Ketut Dayuh, salah seorang pemilik galian di wilayah Batudawa, Kubu, Jumat (20/10).

Pengusaha galian umumnya bekerjasama dengan bank untuk pengadaan sarana produksi mulai dari alat berat hingga mesin pengayak dan pemecah. Jika kondisi seperti sekarang berlanjut, mereka bukan hanya berpotensi bangkrut tapi terancam jatuh miskin.

Kondisi yang tak kalah peliknya dialami buruh galian termasuk para sopir truk. Ditutupnya galian membuat mereka kehilangan penghasilan. Itu karena umumnya sopir truk tak punya keahlian lain selain menjadi sopir truk. Menjadi sopir truk umumnya merupakan pilihan terakhir karena tak ada lapangan pekerjaan yang bisa mereka jadikan sandaran hidup. ‘’Sopir truk biasanya keahliannya ya nyopir. Saya ada beberapa sopir, semuanya kini nganggur,’’ tutur Dayuh.

Baca juga:  OJK Catat Kredit Perbankan Tumbuh 6,33 Persen

Lain halnya Gede Dode (30). Bapak satu anak yang bertempat tinggal di Subagan, Kecamatan Karangasem ini mengoperasikan truk miliknya sendiri. Sama dengan masalah yang dihadapi para pemilik galian, saat ini dia juga diambang kebangkrutan karena tak lagi bisa membayar cicilan truknya. ‘’Dulu saja ketika masih aman saya kejar-kejaran agar bisa minimal dapat tiga rit. Sekarang truk nganggur, cicilannya yang bingung,’’ keluhnya.

Dayuh mengatakan Gunung Agung merupakan sumber dari kehidupan masyarakat Karangasem. Hampir semua kegiatan ekonomi terjadi karena limpahan kekayaan alam dari keberadaan gunung tersebut. Pria asal Banjar Babakan, Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, Karangasem ini mengaku sangat memahami tujuan pemerintah menutup sementara aktivitas galian C. Tapi dia tidak sepakat kalau kondisi gamang yang terjadi saat ini dibiarkan berlarut-larut.

Baca juga:  Portofolio Kredit UMKM Terbesar di Indonesia, Peran Nyata BRI Topang Perekonomian Nasional

Dayuh berharap pemerintah dan aparat yang bertanggungjawab atas status darurat Gunung Agung juga memikirkan keberlangsungan kehidupan masyarakat. Fenomena alam yang terjadi mesti disikapi dengan membuat kebijakan-kebijakan yang bersifat memberi solusi. Untuk masalah ekspoitasi galian C misalnya, pemerintah selayaknya menerbitkan ketentuan-ketentuan yang memberi ruang bisa tetap berjalannya kegiatan eksploitasi tanpa mengurangi kegiatan mitigasi kebencanaan.

‘’Saya kira banyak sulusi yang bisa ditempuh. Misalnya dengan membuat tempat penimbunan material di daerah perbatasan, nanti pengusaha yang mendrop material ke sana. Truk dari luar hanya boleh mengambil material di sana dengan harga yang sudah terstandarisasi. Untuk memastikan aktivitas pengangkutan tidak mengancam jalur evakuasi, harus ada pengawasan dari instansi terkait bersama aparat keamanan,’’ ungkapnya.

Dayuh berpandangan pemerintah harus berani mengambil kebijakan karena jika kondisinya terus seperti ini, bukan hanya Karangasem yang rugi. Biaya tinggi yang terjadi i juga tak menutup kemungkinan membuat para investor berbondong-bondong meninggalkan Bali. Pihaknya mengatakan para pengusaha di Kubu sudah sempat berembug, intinya semua sepakat mematuhi dan melaksanakan solusi apapun yang ditawarkan pemerintah.

Baca juga:  Indonesia Potentially Could Get Infected by Monkeypox

‘’Pengusaha sudah melaksanakan kewajibannya, termasuk menyangkut perizinan. Sekarang tergantung pemerintah agar fenomena alam ini tidak menjadi bencana. Kami pengusaha, lewat jalur lautpun siap,’’ tegasnya.

Sayangnya, sejauh ini Pemkab Karangasem belum menentukan sikap. Sebelumnya Wabup Wayan Artha Dipa mengakui saat ini pemerintah daerah dalam posisi dilematis. Di satu sisi pemerintah sangat membutuhkan pendapatan dari sektor galian C, di sisi lain pemerintah juga harus berpegang pada rekomendasi dari Badan Geologi maupun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

‘’Karangasem mengandalkan pendapatan dari galian C dan pariwisata. Saat ini galian C sudah zero, pariwisata juga hampir tidak berjalan,’’ ungkap Bupati IGA Mas Sumatri yang kembali dilontarkan saat mengikuti peluncuran sistem peringatan dini online oleh Asisten Operasional Kapolri, Irjin Pol M. Iriawan di Gedung UKM Center, Amlapura. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *