JAKARTA, BALIPOST.com – Amanat konstitusi yang mewajibkan negara mengalokasikan 20 persen dari APBN maupun APBD ternyata tidak juga membawa perubahan dalam peningkatan mutu pendidikan. Ada dugaan amanat alokasi 20 persen APBN untuk pendidikan tidak tepat sasaran sebab dari fakta dan kondisi yang ditemui, untuk kebutuhan dasar seperti fasilitas dan gedung sekolah saja tidak memadai bahkan banyak diantaranya rubuh karena rusak tidak diperbaiki.
Ketua Lembaga Pengkajian MPR RI Rully Chairul Azwar mengatakan berbagai persoalan mengenai persoalan yang menghambat mutu pendidikan di tanah air itu masuk dalam kajian Tim Kajian MPR RI. Untuk mengupas persoalan dan menemukan cara penyelesaiannya, Tim Kajian MPR akan menggelar roundtable dengan membahasnya bersama 20 pakar pendidikan sesuai bidang keilmuannya.
“Apakah sistem pendidikan kita sudah memadai? Hasil kajian ini penting agar siswa dan sarjana Indonesia bisa bersaing di tengah kemajuan teknologi saat ini, “ kata Rully di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/10).
Dengan alokasi sebesar itu seharusnya mutu peningkatan berjalan maju, fasilitas sarana dan prasarana baik sekolah dan program pendidikan lainnya juga sudah memadai. Khusus terkait amanat UUD 45 tentang alokasi 20 persen APBN dan APBD itu, Tim Kajian akan mengevaluasi karena realitanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya mendapat 4 persen atau sekitar Rp89 trilun dari APBN.
Padahal dalam APBN 2017, alokasi sebesar 20 persen itu mencapai Rp 416,1 triliun (27,4 persen) dari APBN. Persoalan ini menjadi titik masalah yang menjadi fokus kajian karena seharusnya postur anggaran sebesar itu murni hanya untuk program pendidikan.
Tapi kenyataannya dibagi-bagi untuk kebutuhan lain antara lain Rp 268,18 triliun atau 64,45 persen dana itu disalurkan untuk Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai dana transfer daerah. Untuk Kementerian Agama sebesar Rp 50 triliun atau 12,12 persen dan Rp 12,83 triliun atau 3,08 persen anggaran itu dibagi ke Kementerian dan Lembaga lainnya. “Jadi apakah postur anggaran pendidikan sudah dapat memenuhi tujuan pendidikan tersebut, dengan jumlah alokasi yang besar itu apakah sudah teralokasi sesuai kebutuhan program pendidikan,” katanya.
Rully mengatakan terkait Pasal 31 ayat 3 UUD 1945 tentang satu sistem pendidikan nasional dan outputnya, Tim Kajian mempertanyakan apakah memang sistem pendidikan yang didukung anggaran besar itu sudah sesuai dengan hasil yang diperoleh. “Makanya terkait Pasal 31 ayat 3 tentang satu sistem pendidikan nasional dan output pendidikan. Apakah satu sistem pendidikan nasional sudah dilaksanakan?” ujarnya mempertanyakan.
Anggota Tim Kajian Prof. Syamsul Bahri mengakui dengan alokasi sebesar 20 persen APBN yang pada APBN 2017 saja besarnya mencapai Rp 400 trilun lebih seharusnya mutu pendidikan di Indonesia sudah sangat bagus. Oleh karena itu, dia memahami ketimpangan antara dukungan dana yang besar dengan fakta di lapangan itu, telah menimbulkan kecurigaan banyak pihak. “Apa duitnya tidak sampai ke sasaran. Ini juga yang menjadi kajian kita,” kata Syamsul Bahri. (Hardianto/balipost)