Gunung Agung diturunkan statusnya menjadi siaga pada Minggu (29/10). (BP/dok)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Meski jumlah kegempaan yang terjadi mengalami penurunanan yang cukup signifikan, tetapi status Gunung Agung hingga Sabtu (21/10) masih tetap dinyatakan berada di level awas. Status awas belum diturunkan ke siaga mengingat data deformasi, GPS maupun data pendukung lainnya menunjukkan bahwa aktivitas gunung yang agresif.

Bahkan, berdasarkan analisis Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, posisi magma sudah berada di jarak 4 kilometer dari sebelumnya jauh di bawah.

Kepala PVMBG/KESDM, Kasbani, didampingi Kabid Mitigasi Gunung Api Gede Suantika dan Kepala Sub Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur, Devy Kamil Syahbana saat jumpa pers di Pos Pemantauan Gunung Agung di Desa Rendang, Karangasem, Sabtu (21/10) menjelaskan, penurunan intensitas kegempaan bukan satu-satunya dasar untuk menurunkan status Gunung Agung dari level awas ke siaga. Baginya, untuk menurunkan status dari sisi instrument baik data seismic, GPS, citra satelit maupun peralatan pendukung lainnya, datanya harus sama.

Baca juga:  Ada Insentifnya, Jika Desa Adat Keluarkan Perarem Wajibkan Buah Lokal

Jika data lain tidak sama maka status belum bisa diturunkan. Bahkan berdasarkan pemantauan aktivitas kegempaan sejak September hingga 21 Oktober, pihaknya mencatat sudah terjadi 25 ribu kali gempa vulkanik.

Jumlah ini dikatakan sangat besar dibandingkan gunung api lainnya. Biasanya gunung api lainnya tingkat kegempaannya tidak sebesar itu sudah langsung meletus. “Gunung Agung ini sangat special dan sangat kuat. Karena meski sudah didorong sekian kali gempa masih tetap kuat. Dan magma belum keluar,” ungkapnya.

Menurut Kasbani, dari 25 ribu kali gempa dan kekuatan paling besar pernah mencapai 4,3 SR, pihaknya mengestimasikan volume magma yang keluar bila terjadi erupsi mencapai 18 juta meter kubik. Itu belum termasuk material lainnya seperti bebatuan.

Material tersebut sangat besar dan erupsi bisa terjadi secara bertahap. Sementara menyinggung deformasi, hasil pemantauan GPS, tiltmeter dan citra satelit mengindikasikan sama bahwa terjadi desakan magma yang sangat besar dari bawah perut gunung. Data yang terekam oleh peralatan tersebut konsisten.

Baca juga:  Sertijab ke Penjabat Gubernur Bali Digelar Tertutup

Dalam sebulan terakhir juga terekam terjadi penggembungan yang merata. Bahkan sekarang, tepi gunung mengalami deflasi dan puncaknya mengalami penggembungan hampir 6 centimeter sesuai hasil pemantauan satelit tanggal 15 Oktober lalu. “Untuk ukuran gunung penggembungan ini sudah sangat besar,” jelanya.

Dikatakan Kasbani, dari data deformasi bahwa magma sudah berada diatas. Berdasarkan perhitungan analisis GPS bahwa magma sudah berada di jarak 4 kilometer di bawah dasar kawah. Sementara sebelumnya magma berada jauh di bawah jarak tersebut.

Sementara itu hasil pemantauan terhadap geokimia, sejauh ini belum ada gas berbahaya yang keluar. Ini mengindikasikan bahwa gas gunung belum keluar, meski mulai banyak terdapat celah rekahan di atasnya.

Rekahan tersebut, kata Kasbani, terus berkembang sesuai hasil pemantauan satelit dan drone. Dari hasil pengukuran gas Gunung Batur dengan menggunakan metode multigas, sejauh ini pihaknya memastikan belum ada suplai magma baru ke Gunung Batur.

Baca juga:  Kenaikan Kasus COVID-19 Nasional Masih Dua Ribuan Orang

“Hingga pengamatan kemarin, aktivitas Gunung Agung belum mempengaruhi Gunung Batur. Sementara itu gempa Gunung Agung terus berfluktuasi. Namun demikian, dalam 24 jam terakhir, tingkat kegempaan menurun drastis menjadi 379 kali. Bahkan hasil pemantauan hari ini, gempa vulkanik hanya 99 kali,” katanya.

Meskipun kegempaan menurun drastis kata Kasbani, ini tidak bisa dijadikan pedoman untuk menurunkan status awas Gunung Agung. Karena untuk menurunkan status harus didukung data lainnya. Fruktuasi (rekahan) di tubuh Gunung Agung juga dikatakan terus berkembang yang menjadi jalur pergerakan fluida magma. “Dengan melihat kondisi ini, meskipun kegempaan turun dan rendah dibandingkan hari sebelumnya, tetapi ini hanya sesaat saja. Jadi sampai sekatang ini belum waktu yang tepat untuk turun status menjadi siaga,”tegas Kasbani. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *