DENPASAR, BALIPOST.com – Pernyataan Sekda Provinsi Bali, Cokorda Ngurah Pemayun terkait surat dari TWBI mendapat tanggapan dari ForBALI. Tanggapan itu dilontarkan Koordinator Divisi Politik ForBALI/Direktur WALHI Bali, Suriadi Darmoko, dalam rilis yang diterima balipost.com.
Dalam rilisnya ia menyampaikan sejumlah poin. Pertama, pernyataan Sekda Provinsi Bali dalam pemberitaan tersebut telah mengkonfirmasi bahwa dalam urusan reklamasi Teluk Benoa, Pemprov Bali memiliki kewenangan. Itu artinya jika selama ini ada pernyataan yang menyebutkan bahwa pemerintah Provinsi Bali tidak punya kewenangan terkait reklamasi Teluk Benoa dan bahkan kewenangan untuk reklamasi hanya ada di pusat maka pernyataan itu adalah pernyataan bohong atau pernyataan yang membohongi publik.
Jika melihat kembali lokasi reklamasi yang dimaksud sebagaimana yang tertulis di dalam ijin lokasi yaitu Desa Kuta, Tuban, Kedonganan, Jimbaran, Benoa, Tanjung Benoa, Pemogan dan Pedungan, keseluruhan desa tersebut menolak reklamasi Teluk Benoa. Desa Adat di Bali masih dan terus konsisten untuk menolak reklamasi Teluk Benoa.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menyampaikan bahwa aspek sosial budaya tidak terpenuhi karena adanya penolakan dari masyarakat adat di Bali. Lantas kenapa Pemprov Bali tidak menggunakan kewenangannya untuk mengkomodir penolakan reklamasi Teluk Benoa?
Kedua, katakanlah benar bahwa Pemprov Bali menerima surat permohonan rekomendasi untuk melengkapi AMDAL dan saat ini sedang mempersiapkan kajian termasuk kajian sosial budaya, lantas kajian sosial budaya macam apa yang akan dibuat oleh Pemprov Bali jika mereka mengabaikan penolakan reklamasi Teluk Benoa yang oleh masyarakat adat Bali termasuk yang berhadapan langsung dengan Teluk Benoa? Pernyataan Sekda Provinsi Bali yang menyatakan bahwa “kalau masalah penolakan tanya yang nolak-nolak itu” menegaskan bahwa Pemprov Bali acuh dengan penolakan reklamasi Teluk Benoa oleh masyarakat adat di Bali sekaligus memberikan sinyal bahwa Pemprov Bali mendukung reklamasi dan mengabaikan suara penolakan reklamasi.
Jika pemprov Bali berpihak kepada rakyat Bali seharusnya kewenangan yang dimiliki Pemprov digunakan untuk mengakomodir aspirasi rakyatnya, bukan justru mengabaikan aspirasi masyarakat adat dan lebih memilih mengakomodir kewenangan investor yang akan mereklamasi Teluk Benoa.
Ketiga, bahwa berkaitan dengan surat yang diterima pemprov Bali berbeda dengan apa yang tersebar di publik, silahkan saja ditunjukkan suratnya ke publik. Namun, patut diketahui bahwa perbedaan surat yang dimaksud oleh Sekda Provinsi Bali tidak menganulir kewenangan Gubernur Bali dalam reklamasi Teluk Benoa.
Itu artinya Gubernur Bali tetap memiliki kewenangan dalam reklamasi Teluk Benoa setidak-tidaknya untuk menerbitkan rekomendasinya. Kewenangan yang dimiliki Gubernur Bali juga tidak terbatas pada kewenangan memberikan rekomendasi teknis tetapi juga memiliki kewenangan untuk menerbitkan rekomendasi yang dijadikan dasar untuk mengajukan izin pelaksanaan.
Karena Gubernur Bali memiliki kewenangan dalam reklamasi Teluk Benoa maka adalah tindakan yang sangat tepat jika kami meminta Gubernur Bali menggunakan kewenangannya untuk merekomendasikan kepada pemerintah pusat untuk menghentikan reklamasi Teluk Benoa termasuk pula rekomendasi untuk membatalkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014.
Sayangnnya, kewenangan yang dimiliki Pemprov Bali sampai saat belum dipergunakan untuk mengakomodir aspirasi rakyatnya, masyarakat Bali yang selama ini menolak reklamasi Teluk Benoa.
Pemprov Bali lebih memilih untuk dan terus memaksakan reklamasi Teluk Benoa dan menindaklanjuti permohonan investor. Kenapa dalam urusan reklamasi Teluk Benoa, Pemprov Bali lebih memilih menindaklanjuti permohonan investor daripada aspirasi rakyatnya yang menolak reklamasi?
Keempat, Berkaitan dengan pernyataan Sekda Provinsi Bali bahwa TWBI meminta pertimbangan teknis untuk melengkapi AMDAL karena terimbas pencabutan moratorium reklamasi teluk jakarta, pernyataan tersebut jelaslah pernyataan yang mengada-ada. Tidak ada hubungan reklamasi Teluk Benoa dan Jakarta termasuk tidak berada pada satu keputusan yang sama, sehingga tidak ada hubungannya antara reklamasi Teluk Benoa dan teluk jakarta karena keduanya adalah dua hal yang berbeda. Sehingga alasan permohonan pertimbangan teknis tersebut adalah adalah alasan mengada-ada. (r/balipost)