SEMARAPURA, BALIPOST.com – Memasuki Hari Raya Galungan, perajin dodol di Banjar Kawan Desa Besan, Kecamatan Dawan, Klungkung tak bisa tersenyum sumringah. Pasalnya, ditengah banyaknya pesanan, produksinya tak lagi bisa seperti sebelumnya. Menyusul sulitnya mendapatkan bahan baku, salah satu salak dari wilayah Karangasem lantaran petani mengungsi seiring adanya peningkatan aktivitas Gunung Agung.
Desa Besan berlokasi di timur Desa Dawan Kaler. Desa ini tak hanya kaya akan potensi pertaniannya. Berbagai jenis tanaman, seperti kelapa dan pohon sawo bisa tumbuh subur. Buahnya pun lebat. Jadi incaran para tengkulak. Ditelusuri lebih jauh, warga desa yang digagas sebagai desa wisata ini juga banyak yang menggeluti usaha rumahan. Salah satunya produsen dodol.
Menjelang hari Raya Galungan, cemilan berbahan baku tepung beras dan buah-buahan ini menjadi incaran umat Hindu. Tak hanya dari kawasan Klungkung. Tetapi juga dari luar, seperti Gianyar dan Denpasar. Bahkan tak jarang yang harus menunggu lama untuk mendapatkan. Itu dipakai untuk isi banten. Ada pula yang sekadar di konsumsi.
Dihadapkan pemandangan demikian, produsen pun dibuat kuwalahan memenuhi permintaan. Belum selesai untuk satu orang, datang lagi pemesan. Ini sudah berlangsung sejak jauh-jauh hari. Rasanya yang nikmat, menjadi salah satu alasan untuk membeli.
Namun, kini situasinya berbeda. Usaha ini redup. Kepulan asap dari tungku kayu, sebagai petanda tengah memproduksi tak lagi seramai dulu. Terasa sepi. Itu bukan karena yang menggelut semakin sediikit. Namun karena kesulitan mendapatkan buah-buahan. Salah satunya salak. “Salak sulit didapatkan. Biasanya ada yang membawakan dari Karangasem. Tapi sejak gunung agung seperti ini, tak ada lagi. Mungkin petaninya mengungsi. Itu membuat produksi berkurang jauh,” tutur salah satu produsen, Nyoman Murni (55), Minggu (22/10).
Hal itu sangat sulit diakali. Membeli di pasar pun cukup sulit. Jika pun ada, harganya mahal. Sulit untuk dijangkau. Selain buah bersisik itu, dirinya juga sulit mencari buah nangka. Ketersediaan di desanya tak lagi berlimpah seperti dulu. Belum besar, sudah membusuk dan jatuh. “Sudah sekitar setahun sulit mencari. Biasanya dulu ada warga disini yang membawakan. Panen di kebunnya,” ucapnya.
Kenyataan itu membuat sejumlah konsumen harus pulang dengan tangan kosong. Harus rela menelan keinginannya untuk menikmati cemilan murah meriah dengan rasa manis ini. “Banyak yang mau membeli tidak dapat,” kata perempuan yang juga sebagai produsen gula semut ini.
Kini, ia hanya memproduksi dodol injin (beras hitam). Pesanannya tak terlalu banyak. Tak seperti dodol buah. Namun demikian, itu tetap disyukuri. “Produksinya juga menyesuaikan dengan pesananan. Tidak berani buat banyak,” tandasnya. (sosiawan/balipost)