Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara saat membuka Festival Pesona Meti Kei. (BP/ist)
MALUKU TENGGARA, BALIPOST.com – Maluku Tenggara, jarang terdengar di media. Padahal, atraksi keindahan alam, bahari dan budayakan sudah memenuhi syarat untuk dinaikkan levelnya ke tingkat dunia. Critical success factornya ada di akses dan amenitas.

Itulah yang harus dikebut, jika “surga tersembunyi” di balik Maluku Tenggara itu bakal dijadikan destinasi wisata kelas dunia. Tinggal CEO Commitment-nya, Bupati dan Gubernur, yang serius menjadikan pariwisata sebagai lokomotif penggerak ekonomi masyarakat.

Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara berkesempatan meninjau kawasan Maluku Tenggara. Bersamaan dengan Festival Pesona Meti Kei (FPMK) 2017 yang digelar 19-22 Oktober 2017. Acara ini menghadirkan seni budaya Kei. Mulai dari Tarik Tali Tangkap Ikan, Cerita Rakyat Kei, hingga tarian tradisional Kei.

Tak ketinggalan dengan wisata bahari diving dan snorkeling, serta lari 10 km mengelilingi pulau Kei Kecil. Ukus Kuswara mengatakan, pihaknya siap mendukung promosi festival ini agar terdengat di dunia. Menurutnya, Maluku Tenggara bisa juga disebut sebagai surga tersembunyi di Indonesia.

“Pantai Ngurbloat berpasir putih paling halus di dunia yang dinobatkan oleh Majalah National Geographic. Untuk culture-nya, Desa Tanimbar Kei terdapat banyak hal menarik dari kehidupan penduduknya. Mulai dari seni arsitektur, adat istiadat dan kepercayaan kepada leluhur yang masih dipegang sampai saat ini,” ujar Ukus dalam sambutannya di acara puncak FPMK 2017 di Pantai Ngurtavur atau Pasir Panjang, Minggu (22/10).

Acara puncak FPMK ini juga dihadiri Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburia, Bupati Maluku Tenggara Andre Rentanubun, Wakil Bupati Maluku Tenggara, Yunus Serang, Ketua Fraksi PKS DPRD Maluku, Amir Rumra dan sejumlah anggota DPRD Kota Tual dan Malra.

Baca juga:  Kembangkan Wisata Religi, Kemenpar Dukung Pekan Pesona Pesantren di Ciamis

Di kesempatan ini, Ukus meyakinkan daerah bahwa sektor pariwisata dapat diandalkan sebagai pendongkrak perekonomian masyarakat. Dia menjelaskan, saat ini sektor pariwisata menjadi penyumbang terbesar devisa negara nomor dua setelah Cruid Palm Oil (CPO.

“Pada 2016 pendapatan dari sektor pariwisata mampu duduk di peringkat kedua dengan 13,568 miliar dolar AS di bawah CPO yang berhasil meraih 15,965 miliar dolar AS. Sektor Migas justru harus turun di posisi ketiga karena nilai jual komoditas ini sempat anjlok dalam beberapa tahun terakhir,” papar Ukus meyakinkan.

Dalam dua tahun ke depan, lanjut Ukus, pemasukan devisa dari sektor pariwisata akan mendominasi. Mengalahkan pendapatan dari minyak kelapa sawit (CPO) serta minyak dan gas (migas) yang selama ini mendominasi devisa.

Ukus menambahkan, dalam tiga tahun terakhir, sektor pariwisata juga banyak meraih berbagai capaian. Di antaranya pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara periode Januari hingga Agustus 2017 meningkat 25,68 persen.

“Jumlah ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan industri pariwisata di ASEAN yang hanya tumbuh tujuh persen dan bahkan global yang hanya berkembang enam persen,” tuturnya.

Ukus juga mengingatkan, atraksi di Maluku Tenggara juga harus ditingkatkan, begitu juga dengan aksesibilitas dan amenitasnya. Saat ini, sudah ada 3 maskapai penerbangan yang melayani Ambon-Langgur dengan 4 frekuensi penerbangan. Sedangkan untuk amenitas juga sudah ada hotel dan resort.

“Karena itu dibutuhkan CEO Commitment, kepala daerah harus berani menetapkan pariwisata sebagai core economy-nya sehingga mengalokasikan segala sumber daya ke pariwisata baik sumber daya keuangan maupun sumber daya manusianya,” cetus Ukus.

Baca juga:  Ternyata Ini Alasannya, Bali Dipilih Jadi Lokasi Pertama AirAsia Ride

FPMK 2017 merupakan event skala nasional yang diselenggarakan pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata, Provinsi Maluku, Badan Promosi Pariwisata Daerah Kei, dan masyarakat Maluku Tenggara di Kepulauan Kei, serta GenPi Kei.

Karnaval budaya mengawali pembukaan Festival Pesona Meti Kei (FPMK) 2017, diikuti oleh 102 peserta baik dari Kota Tual maupun Kabupaten Maluku Tenggara. Seperti tahun sebelumnya, karnaval budaya juga dimasukkan sebagai salah satu agenda penting. Kegiatannya menampilkan kebudayaan masyarakat suku Kei, maupun suku-suku lain yang mendiami kepulauan Kei.

Dia mengimbau agar generasi penerus Kei dan seluruh warga Kei yang tinggal di Kepulauan Kei agar menjaga dan memelihara amanat budaya “Ain ni Ain” yang memberi inspirasi kepada orang Kei tentang relasi baik kehidupan sosial antarmasyarakat.

Dia menyatakan, karnaval itu juga merupakan upaya sosialisasi FPMK kepada masyarakat, dalam hal ini kelompok-kelompok etnis dan elemen-elemen termasuk kepala desa dan kepala sekolah yang ada di Malra maupun Kota Tual.

“Patut diapresiasi, karnaval berlangsung sukses, aman dan lancar. Antusias masyarakat kedua daerah ini cukup bagus,” katanya.

Karnaval budaya FPMK 2017 dilepas secara bersama oleh dua pemerintah daerah yakni Kabupaten Maluku Tenggara dan Pemerintah Kota Tual. Titik start di Lapangan Lodar El Kota Tual dan Finish di Kawasan Pasar Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara. Peserta karnaval berasal dari berbagai sekolah di dua daerah tersebut, mulai dari SD hingga SMA, pemerintah desa, dan kelompok-kelompok etnis yang ada di Kepulauan Kei.

Baca juga:  Kemenpar Jaring Duta Pariwisata Daerah di Pemilihan Puteri Otonomi Indonesia 2017

Menangkap ikan secara tradisional juga menjadi rangkaian event menarik di FPMK 2017 hari kedua di Desa Yafafun Abean, Kabupaten Maluku Tenggara. Ribuan ikan dasar laut berhasil ditangkap peserta Meti Kei. Padahal, pola penangkapan ikan sangat tradisional.

Di sini warga hanya menggunakan tali kemudian dililit daun kelapa hingga ke dasar laut. Nah, ketika air mulai surut, tali tersebut ditarik ke daratan untuk mengarahkan ikan yang terjebak. Selain itu, mereka juga menangkap menggunakan alat tangkap tradisional, seperti kalewang (tombak ikan), busur, dan juga sarut (dari daun rumbia).

Penangkapan ikan secara tradisional dalam Festival Meti Kei cukup menarik oerhatian wisatawan domestik dan mancanegara yang berbondong-bondong turun ke laut untuk turut menangkap ikan.

Tak kalah menarik, lomba Dayung Belan antar-Ratschap (wilayah yang terdiri dari beberapa desa dan membuat kesatuan yang dipimpin oleh seorang raja) di Kepulauan Kei yang sudah lama vakum, kembali digelar untuk memeriahkan FPMK 2017.

Lomba ini salah satu kegiatan yang digelar untuk meramaikan Festival Pesona Meti Kei tahun ini, yang menampilkan kekayaan budaya masyarakat Kei. Lomba Dayung Belan FPMK 2017 diikuti oleh 12 peserta yakni Ratschap Loor Labay Tam, Manyeuw, Maur Ohoiwut, Ub Ohoi Fak, Songli, Tubab Yamlim, Lo Ohoitel, Mear Ohoinean, Meu Umfit, Kirkes, Dit Sakmas, dan Yarbadang.

Sedangkan lomba lari 10 KM dilepas Wakil Bupati Malra Yunus Serang di Perempatan Jalan Kolser Kota Langgur. Sekitar 600 peserta ikut dalam perlombaan ini. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *