etika
Anggota MPR/DPR Ahmad Riza Patria saat memaparkan bahasan pada diskusi dengan tema ' Etika Pejabat Publik' di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/10). (BP/har)
JAKARTA, BALIPOST.com – Anggota MPR/DPR Ahmad Riza Patria mengatakan banyaknya pejabat publik ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak membuat etika pejabat publik makin membaik.

Menurutnya, perlu dipikirkan kembali hukuman berat seperti hukuman mati untuk menata etika pejabat publik yang sepertinya sudah tidak ada lagi. “Saya nggak tau juga apa hukumannya memang kurang. Ini menarik juga, apa kita harus seperti China, harus hukuman mati bagi koruptor,” kata Ahmad Riza Patria dalam diskusi ‘Etika Pejabat Publik’ di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/10).

Ahmad Riza mengaku marak soal korupsi terus menjadi meski KPK sudah hampir 20 tahun memberantas korupsi. “Tetapi korupsinya ternyata tidak berkurang, padahal setiap pejabat itu sangat sadar betul, bahwa lingkungannya sudah diawasi, handphonenya sudah disadap, sadar dan faham betul tetapi ngga kapok-kapok,’ katanya.

Baca juga:  Imigrasi Tegaskan Indonesia Bukan Destinasi Pelarian Buron Negara Lain

Menurut, politisi Partai Gerindra ini, penilaiannya ini mungkin ada benarnya apabila bercermin dari pengakuan salah satu koleganya. Para koruptor, kata dia kadang berhitung juga antara uang negara yang akan digarong dengan hukuman yang bakal diterima apabila apes harus ditangkap KPK.

“Seperti hitungannya paling berapa tahun. Makanya ini mungkin hukumannya perlu dipertimbangkan, sepertinya nggak apalah 2 tahun. Saya ketemu ada orang ya… paling nanti hanya 2 tahun humumannya,” ungkapnya.

Pengamat Etika Politik Hamdi Muluk mengatakan korupsi merupakan bentuk paling tertinggi dari pelanggaran etika publik yang paling puncak. Dalam perkara korupsi, Hamdi mengingatkan mesti dipahami antara pelanggaran hukum dengan pelanggaran etika,

Baca juga:  Pelaksana PPKM Mikro Diminta Perhatikan Limbah Masker Sekali Pakai

“Setiap pelanggaran hukum publik seperti korupsi itu pasti sudah dianggap melanggar etika. Tetapi pelanggaran etika belum tentu berujung kepada pelanggaran hukum. Jadi orang melihat dari tingkat keseriusannya,” katanya.

Soal masih banyak nya pejabat negara yang tertangkap KPK, Hamid menyebutnya sebagai bentuk kesalahan sistem pemilihan dalam memilih pemimpinnya. “Berarti kita salah merekrut calon pejabat publik,” katanya.

Hamdi mengatakan di negara yang maju sistem demokrasinya, seorang yang ingin maju menjadi pejabat publik di eksekutif, legislatif dan yudikatif, kelasnya sudah harus negarawan. Artinya calon pejabat publik bersangkutan sudah selesai dengan dirinya sendiri. “Kalau urusannya masih perut itu belum selesai dengan dirinya sendiri,” terangnya.

Baca juga:  Pandemi COVID-19 Melanda, Survei Digital Bantu Pelaku Usaha Kembangkan Produknya

Partai politik, menurutnya scalon pejabat publik menjadi faktor penting dalam memastikan baik buruknya penyelenggaraan negara karena dari partailah dimunculkan pejabat publik yang nantinya diberi amanah oleh rakyat untuk menyelenggarakan negara ini.

Parpol harus dapat melakukan penilaian moral yang berbasis nilai-nilai yaitu pengabdian, perjuangan, kontribusi untuk kebaikan publik, idealisme, dan nilai-nilai kebaikan lainnya. “Jadi bicara nilai-nilai itu adalah kebenaran, nilai-nilai yaitu kejujuran bukan bersifat bersifat kebendaan. Itu yang bisa dipakai,” katanya.(hardianto/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *