BANYUWANGI, BALIPOST.com – Maraknya taksi dan ojek online di Banyuwangi, Jawa Timur, mulai dikeluhkan. Puluhan sopir taksi konvensional dan ojek serta angkot mendatangi DPRD Banyuwangi, Selasa (24/10). Mereka mendesak taksi dan ojek online dihapus dari Banyuwangi.
Alasannya, akibat maraknya angkutan online, pendapatan taksi dan ojek konvensional merosot tajam. Bahkan, hanya tinggal 20 persen. Tiba di kantor DPRD Banyuwangi, para sopir taksi dan angkot langsung diterima jajaran Komisi II DPRD Banyuwangi. Mereka juga membawa puluhan armada taksi masing-masing. Kepada wakil rakyat, para sopir taksi mengeluh merosotnya pendapatan. Terparah sejak dua bulan terakhir.
“Dahulu, kita bisa mendapat pendapatan minimal Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per hari. Sejak maraknya taksi online, pendapatan kami merosot hingga tersisa 20 persen. Untuk setoran saja tak mampu,” keluh Amirudin, koordinator sopir taksi Banyuwangi.
Pria ini menuturkan, sejatinya sudah lama para sopir taksi mengeluh dengan kehadiran angkutan online. Namun, pihaknya memilih bertahan, tak membuat gerakan apapun. Namun, setelah dibiarkan, kehadiran angkutan online justru membunuh penghasilan taksi konvensional. “Di Banyuwangi masih aman. Beda dengan kota lain yang terjadi benturan antara angkutan online dengan taksi konvensional,” jelasnya.
Padahal kata Amirudin, taksi konvensional seluruhnya mengantongi izin dari Bupati. Tarifnya juga diatur, termasuk izin armadanya. Sedangkan angkutan online, membuat tarif sendiri. Jauh di bawah taksi konvensional. Imbasnya, taksi konvensional tak laku. Parahnya lagi, angkutan online bisa masuk ke kampung-kampung. Karena itu, pihaknya mendesak DPRD bisa memperjuangkan agar angkutan online dihapus dari Banyuwangi.
Tak hanya taksi konvensional, protes juga datang dari sopir angkot. Akibat angkutan online, pendapatan angkot menghilang. “Bayangkan saja, dari Ketapang ke kota, angkutan online hanya Rp 12.000 empat orang, pakai mobil bagus. Sedangkan angkot satu orang harus Rp 5000. Ini membunuh kami,” kritik Sucipto, koordinator sopir angkot Banyuwangi. Yang dikeluhkan lagi, angkutan online tak dilengkapi kir kendaraan angkutan.
Sehingga bebas dan mirip mobil pribadi. Pihaknya khawatir jika angkutan online dibiarkan akan membunuh seluruh angkot di kota Banyuwangi.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Banyuwangi Handoko menegaskan pihaknya mengapresiasi para sopir taksi dan angkot yang memilih mengadu ke DPRD ketimbang menggelar aksi sendiri. ” Ini jadi momen, jangan sampai seperti kota lain. Angkutan online terlibat aksi dengan angkutan konvensional,” kata politisi Demokrat ini.
Dijelaskan, pihaknya menunggu pelaksanaan Permenhub No. 26/2017 terkait angkutan online. ” Kami di DPRD sifatnya menampung aspirasi para sopir taksi dan angkot. Jangan sampai ada gejolak. Kita akan tunggu pelaksanaan Permenhub untuk mengatur angkutan online,” jelasnya. Sesuai jadwal Permenhub akan berlaku mulai 1 November mendatang. ” Sementara menunggu Permenhub, angkutan online tetap boleh beroperasi,” pungkasnya.
Terpisah, Kasi Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Banyuwangi Tanto Sujono mengatakan angkutan online sudah diatur dalam Permenhub. Dalam aturannya, angkutan online harus berbadan hukum. Minimal memiliki 5 kendaraan dan berdomisili di Banyuwangi. Pengemudi wajib memiliki SIM umum. Lalu, kuota kendaraan ditentukan oleh Dinas Perhubungan Jatim. “Sedangkan tarif batas bawah Rp 3.500 per kilometer. Kemudian, di kaca depan harus ditempeli stiker taksi online,” jelasnya.
Armada angkutan online juga wajib menjalani uji kir, layaknya angkutan umum. Pihaknya berharap dengan Permenhub, angkutan online bisa bersanding dengan angkutan konvensional. (budi wiriyanto/balipost)