JAKARTA, BALIPOST.com – Rapat paripurna DPR menyetujui RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi undang-undang, Selasa (24/10).
Rapat paripurna dihadiri tiga menteri yang mewakili pemerintah yaitu Menteri Dalam Negeri (Mendagri ) Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly dan Menteri Informasi dan Komunikasi (Menkominfo) Rudiantara.
Pengesahan disepakati melalui mekanisme pemungutan suara (voting) setelah upaya musyawarah mufakat tidak tercapai.
Rapat Paripurna dihadiri 445 anggota saat diputuskan. Sebanyak tujuh fraksi menyetujui Perppu Ormas disahkan menjadi Undang-undang yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKB, Fraksi PPP, Fraksi Partai Nasdem dan Fraksi Partai Hanura.
Sedangkan tiga fraksi menolak Perppu Ormas yaitu Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PAN dan Fraksi PKS dengan komposisi sebanyak 314 setuju dan sebanyak 131 menolak.
“Dari hasil voting terbuka, sebanyak 314 anggota dari tujuh fraksi menyatakan setuju dan sebanyak 131 anggota dari tiga fraksi menyatakan tidak setuju. Anggota yang hadir seluruhnya sebanyak 445 anggota,” kata Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon saat memimpin rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta.
Mendagri Tjahjo Kumolo menegaskan pemerintah menyadari adanya desakan untuk merevisi UU Nomor 17/2013 tentang Ormas. Menurut Tjahjo, suara-suara ini sudah ditangkap pemerintah sejak pembahasan di tingkat rapat Komisi II dan kemudian berlanjut di paripurna.
“Mencermati pandangan-pandangan fraksi, baik yang dimulai dari Komisi II, pada rapat paripurna, pemerintah pada prinsipnya terbuka untuk koreksi, untuk penyempurnaan terbatas,” ujar Tjahjo saat menyampaikan pidato di rapat paripurna.
Penyempurnaan atau koreksi secara terbuka itu, menurutnya asalkan tidak bertentangan dengan prinsip serta ideologi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika yang termaktub di dalam UUD 1945. “Dalam arti harus tetap sesuai dengan urusan ideologi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Soal yang lain, pemerintah terbuka atas koreksi,” ujarnya.
Sejumlah poin yang diminta untuk direvisi adalah pertama, tidak adanya proses pengadilan bagi ormas yang dibubarkan. Artinya, pembubaran ormas bisa dilakukan secara sepihak tanpa melewati mekanisme peradilan.
Kedua, pemerintah bisa menafsirkan sendiri secara sepihak apakah ormas tersebut dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila, tanpa melewati proses seperti pembelaan atau klarifikasi ormas di pengadilan.
Poin ketiga, yaitu terdapat hukuman pidana bagi anggota dan pengurus ormas yang dinilai bertentangan dengan ideologi Pancasila dengan sanksi pidana penjara seumur hidup, pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.
Mekanisme pembubaran ormas merupakan tahapan dari sanksi yang akan dijatuhkan pemerintah kepada ormas yang melanggar. Sebelum pembubaran dilakukan, pemerintah melalui menteri terkait akan memberikan peringatan tertulis hingga penghentian kegiatan.
Jika sanksi penghentian kegiatan tak digubris, pemerintah baru akan menjatuhkan sanksi pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum alias pembubaran.
Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali dalam laporannya menjelaskan dari tujuh fraksi yang setuju, empat diantaranya yaitu F-PDI Perjuangan, F-PG, F-Nasdem, dan F-Hanura menerima Perppu Ormas secaa bulat. Tiga fraksi lainnya juga setuju Perppu Ormas namun disertai dengan catatan yaitu F-PD, F-PPP, dan F-PKB. Sedangkan tiga fraksi lagi yaitu F-PKS, F-Gerindra, dan F-PAN menolak disetujui dan disahkannya Perppu Ormas.
Sementara itu, di luar gedung DPR, ribuan massa masih berdemonstrasi menolak Perppu Ormas yang ternyata disahkan menjadi UU. Hadir dalam demonstrasi itu Amien Rais, Jubir HTI Ismail Yusanto, dan beberapa aktivis lain.
Alasan penolakan mulai dari Perppu yang tidak memenuhi syarat kegentingan yang memaksa, hingga kencenderungan pemerintah akan otoriter karena bisa membubarkan Ormas tanpa proses peradilan.(hardianto/balipost)