JAKARTA, BALIPOST.com – Presiden Joko Widodo memutuskan menunda rencana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri. Keputusan pemerintah tersebut diambil dalam rapat terbatas kabinet di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (24/10).
“Diputuskan bahwa pembentukan Densus Tipikor untuk sementara ditunda untuk kemudian dilakukan pendalaman lebih jauh lagi,” kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, seusai ratas kabinet.
Wiranto menjelaskan kajian dari rencana pembentukan Densus Tipikor, selanjutnya diserahkan kepada Kemenko Polhukam. “Itu akan diserahkan kepada Menko Polhukam untuk mendalami lebih jauh lagi sehingga nanti pada saat yang tepat tentu kita akan ada penjelasan lagi mengenai hasil pendalaman itu,” imbuh Wiranto.
Dengan keputusan penundaan ini, Wiranto meminta polemik mengenai wacana pembentukan Densus Tipikor dihentikan. Merespons perkembangan baru itu, Komisi III DPR menggelar rapat gabungan.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond J. Mahesa mengatakan rapat gabungan tersebut bakal memaparkan struktur dan konsep tiap lembaga untuk menyesuaikan pendapat terkait pembentukan Densus Tipikor.
Di tempat berbeda, Komisi III DPR menunda agenda rapat gabungan bersama KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung. Namun, penundaan tersebut bukan karena adanya keputusan penundaan oleh pemerintah tersebut.
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K. Harman menyatakan penundaan rapat gabungan karena adanya rapat paripurna di DPR yang membahas pengesahan Perppu Ormas.
“Untuk sementara sidang ditunda untuk masa yang akan datang. Komisi III akan memberikan pandangan dan penjelasan, terkait agenda rapat gabungan ini, untuk menjadi pemahaman kita bersama,” kata Benny K. Harman.
Kendati ditunda, politisi dari Partai Demokrat itu membacakan delapan poin tentang kiprah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 15 tahun menjalankan agenda pemberantasan korupsi.
Delapan poin itu adalah; Pertama Pemberantasan korupsi, kejahatan luar biasa, yang menjadi amanat, hingga saat ini belum mengalami kemajuan sebagaimana yang kita harapkan bersama. Ini penegasan;
Kedua, bahwa amanat reformasi untuk KPK sebagai extraordinary body, belum memperlihatkan hasil maksimal. Bahkan korupsi masif dan tumbuh luas, masuk ke birokrasi penyelenggara pemerintahan. Dari pusat hingga daerah, bahkan desa, BUMN dan swasta.
Ketiga, Hingga saat ini, KPK tetap menjadi anggaran utama, perlawanan kejahatan korupsi. KPK lebih optimal untuk menjalankan tugasnya, membantu kerja sama, menjaga koordinasi dengan para pemangku kepentingan lainnya;
Keempat, Mengingat meluasnya kejahatan korupsi di negara kita, Presiden diminta memimpin langsung, dengan di bawah (terdapat) Polri dan Kejaksaan; Kelima, Bersamaan dengan butir keempat di atas, pimpinan kepolisian dan kejaksaan, diminta melanjutkan reformasi internal. Untuk lebih kredibel di mata publik. Untuk modal dasar trust publik dalan rangka pemberantasan korupsi;
Keenam, KPK jangan pernah lupa kehadirannya sebagai trigger mechanism, untuk memperkuat institusi kepolisian dan kejaksaan, termasuk pemberantasan korupsi. Ketujuh, Polri dan jaksa diminta untuk mencari jalan dan prakarsa di internal masing-masing, agar bersama-sama KPK memerangi korupsi yang luas tumbuh di dalam masyarakat kita.
Kedelapan, DPR khususnya komisi III, mendukung sepenuhnya prakarsa baru dari pemerintah, termasuk dari Polri dan Jaksa, untuk memperkuat institusi pemberantasan korupsi. Dalam memerangi korupsi, Komisi III menghargai prakarsa kepolisian untuk membentuk Densus Antikorupsi.
Jaksa Agung HM Prasetyo yang hadir dalam rapat tersebut mengakui penundaan rapat gabungan karena alasan anggota Komisi III DPR harus mengikuti rapat paripurna yang mengagendakan pengesahan Perppu Ormas.
“Ada kegiatan lain yamg tidak bisa ditunda. Ini sekarang lagi ada rapat paripurna, kalau ada rapat paripurna tidak ada rapat di komisi,” kata Prasetyo. (Hardianto/balipost)