DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah didakwa atas kasus 19 butir pil ekatasi, Abdul Rahman Willy alias Willy Bin Ng Leng Kong, Kamis (26/10) diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan atau eksepsi atas dakwaan jaksa.
Willy melalui kuasa hukumnya Robert Khuana, Ngastawa dkk., di hadapan majelis hakim pimpinan Made Pasek dan JPU Dewa Lanang, mengatakan surat dakwaan jaksa kabur, dan tidak cermat karena tidak menguraikan perbuatan materiil dan terdapat pertentangan antara penyitaan dan uraian surat dakwaan. Sehingga pihak terdakwa berpendapat dakwaan jaksa harus batal demi hukum dan Willy dibebaskan.
Poin penting dalam eksepsi dari ketidakcermatan surat dakwaan yang dibacakan JPU pada sidang sebelumnya, yakni JPU menyebutkan terdakwa Willy melakukan percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika dengan saksi Dedi Setiawan, Budi Liman Santoso dan Saksi Iskandar Halim (ketiganya terdakwa dalam berkas terpisah) atau precusor narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum, menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantaradalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram, sebagaimana diatur dalam dakwaan primer Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak dijelaskan secara detail dan runtut.
“Bahwa jelas dalam surat dakwaan JPU halaman 1, kasus ini berawal dari tertangkapnya saksi Dedi Setiawan dengan barang bukti 19 ribu. Kemudian uraian JPU dilanjutkan saksi Budi Liman yang mencoba menghubungi terdakwa pada tanggal 31 Mei 2017 dan mewarkan untuk menjual 20 ribu butir, namun tawaran itu ditolak oleh terdakwa,” tandas Robert.
Selain itu, meski sempat menolak namun saksi Budi Liman tetap bersikeras dengan datang ke Bali dan menemui terdakwa, namun tetap ditolak terdakwa karena terdakwa keluar kota. Kemudian saksi Budi Liman pada tanggal 4 Juni 2017 kembali menghubungi terdakwa, namun oleh terdakwa tidak diangkat. “Adapun catatan yang harus diperhatikan di sini, pada tanggal 4 Juni 2018, saksi Budi Liman Santoso sudah ditangkap oleh jajaran Bareskrim Polri Direktorat Tindak Pidana Narkoba,” sambung kuasa hukum terdakwa.
Bahkan meski sudah ditangkap polisi, saksi Budi kembali menghubungi terdakwa dan mengatakan bahwa barang ekstasi yang sebenarnya sudah di sita oleh Dit. Narkoba Bareskrim Mabes Polri pada tanggal 1 Juni 2017 sudah berada pada saksi, dan selanjutnya saksi Budi Liman membawa contoh barang pesanan dan meletakkannya di dalam tempat sampah room 26 Akasaka dan tidak lama kemudian datang petugas bareskrim dan menangkap terdakwa.
“Jadi sangat jelas bahwa peran terdakwa tidak aktif tetapi pasif, apalagi barang bukti ekstasi dalam status sitaan polisi, sehingga tawaran saksi Budi Liman cenderung tindakan jebakan yang dilakukan Bareskrim,” urai Ngastawa dkk.
Namun, terkait jebakan dan status barang yang sudah jadi sitaan polisi, pihak terdakwa mengatakan menunggu keterangan ahli. “Nanti itu ahli yang menjelaskan apa boleh barang sitaan ditawarkan. Termasuk siapa yang memberangkatkan saksi Dedi maupun Budi semua kami mintakan untuk dihadirkan,” tegasnya.
Atas berbagai alasan, penasehat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan putusan sela yang amarnya menerima dalil eksepsi terdakwa, menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum, dan mengeluarkan terdakwa dari tahanan. (miasa/balipost)