DENPASAR, BALIPOST.com – 28 Oktober 1928, sebanyak 71 pemuda dari seluruh penjuru tanah air berkumpul di Kramat Raya, Jakarta. Mereka mengikrarkan diri sebagai satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa yaitu Indonesia. Ikrar yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda ini sangat monumental bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
“17 tahun kemudian, ikrar ini melahirkan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945,” ujar Gubernur Bali Made Mangku Pastika membacakan sambutan Menpora, Imam Nahrawi dalam Upacara Peringatan Sumpah Pemuda di Lapangan Puputan Niti Mandala Renon, Denpasar, Sabtu (28/10).
Lebih lanjut dikatakan, para pemuda yang kala itu berkumpul tidaklah difasilitasi sarana transportasi yang memadai. Begitu juga tak berbekal alat komunikasi yang canggih ataupun gemerlap teknologi. Belum lagi dari segi latar belakang, baik agama, suku, bahasa, maupun adat istiadat mereka bahkan berbeda-beda satu sama lain.
“Namun fakta sejarah menunjukkan bahwa sekat dan batasan-batasan tersebut tidak menjadi halangan bagi pemuda Indonesia untuk bersatu demi cita-cita besar Indonesia. Inilah kita sebut dengan berani bersatu,” imbuh Pastika.
Sayangnya setelah 89 tahun berlalu, kini justru terjadi yang sebaliknya. Di tengah kemudahan sarana transportasi umum, interaksi sosial yang bisa dilakukan 24 jam, justru membuat masyarakat lebih sering berselisih paham. Imbasnya, masyarakat menjadi lebih mudah terpecah belah seolah dipisahkan oleh jarak yang tidak terjangkau atau berada di ruang isolasi yang tidak terjamah.
“Janganlah kemudahan ini justru membuat kita menjadi terpecah. Jadi semangat itu yang perlu diingatkan kembali dan saya kira betul itu. Jangan kemajuan teknologi, transportasi, komunikasi justru kita gunakan untuk memecah belah diri kita. Justru itu harus digunakan untuk lebih mempersatukan,” ujar Pastika selepas upacara.
Mantan Kapolda Bali inipun mengingatkan kembali pernyataan Bung Karno. Presiden pertama RI ini pernah menyampaikan agar jangan mewarisi abu sumpah pemuda.
Warisilah api sumpah pemuda, karena kalau sekedar mewarisi abu maka bangsa Indonesia hanya akan puas dengan kondisi sekarang. Padahal ini bukanlah tujuan akhir, karena persatuan Indonesia adalah segala-galanya.
“Api sumpah pemuda harus kita ambil dan terus kita nyalakan. Kita harus berani melawan segala bentuk upaya yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kita juga harus berani melawan ego kesukuan, ego keagamaan, dan ego kedaerahan kita. Ego ini yang kadangkala mengemuka dan menggerus persaudaraan sesama anak bangsa,” pungkasnya. (Rindra Devita/balipost)