Senjata
Ilustrasi sidang. (BP/dok)
DENPASAR, BALIPOST.com – Penetapan I Wayan Seraman (52), mantan Kasi Pengairan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Badung, sebagai tersangka korupsi Tukad Mati dan ditahan oleh Kejari Denpasar, mendapatkan perlawanan. Seraman yang dalam kasus ini berperan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) melalui kuasa hukumnya Dr. Simon Nahak dkk., mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanannya ke Pengadilan Negeri Denpasar. Sidang perdana praperadilan dilakukan, Senin (30/10).

Dalam surat permohon praperadilan setebal 14 halaman, penasehat hukumnya menuding penetapan tersangka dan penahanan terhadap Pemohon Seraman terlalu dipaksakan dan dituding tidak sah.

Baca juga:  PLN Beri Diskon Berlapis Tarif 900 VA RTM

Menurutnya, termohon (Kejaksaan) hanya mempunyai satu alat bukti saja dalam penetapan tersangka yaitu keterangan saksi saja. Sedangkan keterangan ahli teknik sipil dari Universitas Negeri Semarang, kata Pemohon, yang dipakai Termohon tidak bisa dipakai sebagai alat bukti yang sah karena belum adanya kerugian keuangan negara yang sebenarnya.

Di depan hakim IGN Putra Atmaja, menurut tim pemohon, penilaian kerugian negara yang muncul angka Rp 700 juta harus dari pihak yang berwenang seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Bali.

Baca juga:  Beri Pendampingan Hukum, Kejari dan Perbekel se-Gianyar Teken MoU

Penetapan pemohon sebagai tersangka seharusnya dilakukan pemanggilan, pemeriksaan dan dibuatkan BAP (berita acara pemeriksaan). Begitupula selama pemeriksaan di Kejari, Pemohon tidak pernah didampingi kuasa hukum. Termohon tidak pernah memberitahukan SPDP perkara a-quo kepada pemohon selaku tersangka.

Sebaliknya, kata Simon Nahak, termohon (kejaksaan) wajib memberikan dan menyerahkan SPDP kepada Pemohon. Alasan lainnya juga soal perpanjangan penahanan. Perpanjangan penahanan itu tidak pernah disampaikan atau diberitahukan kepada Pemohon atau tim kuasa hukumnya.

Karenanya penetapan tersangka terhadap Pemohon di nilai menyalahi prosedur dan dipaksakan untuk memenuhi “kado” Hut Adhyaksa beberapa waktu lalu. “Kami juga menilai penahanan Pemohon tidak sah,” katanya.

Baca juga:  Kejari Bidik Tarif Kapal Roro

Selanjutnya hakim memberikan kesempatan pada Termohon (Kejari) menyiapkan tanggapan Jumat (3/11) mendatang. Praperadilan harusnya ditanggapi sehari setelah sidang pertama, namun karena bertepatan dengan hari raya Galungan maka digeser ke Jumat. “Kalau termohon belum siap berarti dianggap mengabaikan haknya,” tegas hakim.

Dalam perkara ini, sejatinya pihak kejaksaan menetapkan tiga tersangka, termasuk seorang dari rekanan. (miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *