BANGLI, BALIPOST.com – Meski telah ada penurunan status, namun tak serta merta membuat seluruh pengungsi bisa kembali pulang ke kampung halamannya. Masih ada daerah radius 6 km yang tidak boleh ada aktvitas. Warga masih mengungsi, dan melewati hari raya Galungan di pengungsian.
Nengah Mangku Sedeng, warga Banjar Besakih Kawan, Desa Besakih Kecamatan Rendang salah satunya. Karena rumahnya berada di zona perkiraan bahaya, dirinya dan keluarganya hingga Senin (30/10) masih harus menempati pos pengungsian di Kubu Bangli hingga kondisi Gunung Agung benar-benar aman.
Ditemui di pos pengungsian Kubu, Mangku Sedeng mengaku dirinya sangat ingin bisa pulang ke kampung halamnnya. Dirinya yang sudah tinggal di pos pengungsian sejak 1 bulan 9 hari bersama 13 kepala keluarga lainnya mengaku cukup jenuh mengungsi.
Hanya saja karena wilayah banjarnya berada di zona perkiraan bahaya yakni radius 6,5 kilometer dari puncak gunung, dirinya dan warga pengungsi asal Banjar Besakih Kawan dihimbau untuk tidak pulang dan tinggal di pengungsian untuk sementara waktu. “Keinginan pulang ada, tapi dereng dadosange (belum dibolehkan-red),” ujarnya.
Karena masih harus tinggal di pengungsian, dirinya dan pengungsi asal Besakih Kawan yang satu posko dengannya pun berencana merayakan hari raya Galungan di pos pengungsian. Dia dan keluarganya berencana hanya pulang ke rumah sebentar untuk bersembahyang. “Rencananya pulang sebentar pagi, setelah itu kesini lagi,” terangnya.
Untuk sarana persembahyangan saat Galungan nanti, Mangku Sedeng bersama sejumlah pengungsi lainnya tampak mulai mempersiapkannya di posko pengungsian. Adapun yang dipersiapkan yakni jejahitan dan sate untuk banten.
Daging yang dipakai membuat sate, kata Mangku Sedeng, diperoleh dari hasil sumbangan donator dan sebagian lainnya hasil membeli di pasar. Sementara olahan lawar rencananya akan dibuat bersama-sama pada penampahan Galungan, Selasa (31/10). “Karena situasi seperti ini, Galungan kali ini terpaksa saya tidak masang penjor di rumah,” kata Sedeng.
Dia menambahkan, situasi di pengungsian kali ini bukan yang pertamakalinya dihadapi. Saat bencana Gunung Agung erupsi tahun 1963, Mangku Sedeng yang sudah duduk di kelas III SD juga sempat mengungsi di Menanga, Karangasem. “Tapi saat itu saya mengungsinya setelah Gunung Agung meletus,” imbuhnya. (dayu rina/balipost)