SULTENG, BALIPOST.com – Festival Pulo Dua di Balantak, Kabupten Banggai, Sulawesi Tengah, 27-29 Oktober sukses besar. Meski baru kali pertama dihelat, event yang mengusung tema Berenang, Memancing, Mendaki, dan Menyelam (B3M), itu mampu menyedot ribuan wisatawan.
Para pengunjung menikmati berbagai kegiatan dalam festival itu. Di antaranya, lomba mancing hebat, foto underwater, selfie, fashion show tenun nambo, dan berenang.
Para wisatawan juga dimanjakan dengan berbagai stan kuliner daerah yang mayoritas terbuat dari ikan.
“Semua unsur terlibat menyukseskan acara. Hasilnya kurang lebih tujuh ribu wisatawan datang dari nusantara atau dari mancanegara. Impact-nya warga Balantak yang merasakan langsung dampak ekonomi dari Festival Pulo Dua,” ujar Bupati Banggai Herwin Yatim seusai Festival Pulo Dua, Minggu (29/10).
Herwin menambahkan, kabupaten yang dipimpinnya memiliki potensi bahari yang sangat besar. Wisatawan bisa menikmati destinasi alam dan bahari di Banggai. Misalnya, Sungai Lukmanenteng, Pantai Kilo Lima, Air Terjun Salodik, dan Pulo Dua.
Di Pulo Dua sendiri, sambung Herwin, tidak hanya memiliki satu atau dua dive spot.
Pulau Dua memiliki sekitar 35 dive site. Beberapa di antaranya sudah dijelajahi dan diberi nama. Mulai Alibaba, Ondoliang Rock, Rock & Wreck, Batu Tetek, Solan Reef, Obe Point, Smile Point, Shallow Paradise, Batu Gong, Arena, dan Batu Mandi atau Nemo Rock.
“Wisatawan asal Eropa paling banyak ke sini seperti Prancis, Inggris, dan Australia. Dengan adanya Festival Pulo Dua ini, diharapkan mampu mengekspose potensi bahari serta memperbaiki infrastruktur yang ada di Pulo Dua,” katanya.
Sementara itu Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti mengatakan, Kabupaten Banggai memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Baik yang berupa hasil laut seperti ikan, udang, mutiara, rumput laut dan sebagainya), aneka hasil bumi (kopra, sawit, coklat, beras, kacang mente dan lainnya), serta hasil pertambangan (nikel dan gas).
“Porfolio Kabupaten Banggai pertama dibanding daerah lain yang memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 37 persen dari tambang. Namun, oil and gas (minyak dan gas bumi), coal (batu bara), kelapa sawit (CPO) terus menurun, sehingga diperkirakan 2019. Pariwisata sudah menjadi penyumbang devisa terbesar di Indonesia,” katanya.
Esthy menjelaskan alasan pariwisata bakal menjadi penyumbang devisa terbesar. Pertama, tren pariwisata terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Tren itu melejit dalam dua tahun terkhir ini.
Di sisi lain, sektor pertambangan menunjukkan tren yang tak menggembirakan.
“Ini penting! Bisa dilihat kota-kota yang mengandalkan sumber daya alam kini pertumbuhan ekonominya di bawah sepuluh persen. Seperti Kota Watampone 5,3 persen, Kabupaten Bulukumba 4,6 persen. Oleh karena itu, Kabupaten Banggai belum telat untuk mulai switch ke pariwisata,” ujarnya.
Di sisi lain, Menteri Pariwisata Arief Yahya Arief mengatakan, pariwisata Indonesia saat ini menjadi salah satu leading sektor. Para pemimpin daerah harus mencari potensi pariwisata untuk dipromosikan.
Menurut menteri asal Banyuwangi itu, peran CEO Commitment atau keberpihakan Presiden Joko Widodo untuk sektor pariwisata itu paling penting. “Apalagi, Presiden Joko Widodo telah menempatkan pariwisata sebagai leading sector pembangunan. Maka, seluruh Kementerian dan Lembaga mendukung pengembangan infrastruktur pariwisata,” ujar Menpar Arief Yahya. (kmb/balipost)