SEMARAPURA, BALIPOST.com – Cuaca buruk yang melanda wilayah Kabupaten Klungkung belakangan ini menyebabkan enam hektar tanaman cabai di Subak Giri, Desa Bumbungan, Kecamatan Banjarangkan gagal panen. Petani pun gigit jari lantaran harus menelan kerugian hingga jutaan rupiah. Selain itu, kesempatan untuk dapat berjualan jelang Galungan dan Kuningan juga tertutup.
Berdasarkan pantauan, Rabu (8/11), tanaman cabai nampak banyak yang merangas. Daunnya kuning dan batangnya mengering. Selain itu, buahnya yang masih hijau membusuk dan rontok. Klian subak setempat, Sang Nyoman Dinayasa menuturkan kondisi ini mulai terjadi sejak cabainya berumur sekitar seratus hari, memasuki masa berbunga. Saat itu sempat dilanda kemarau panjang dan sesekali hujan secara tiba-tiba. “Cuaca saat itu buruk. Secara perlahan mengakibatkan tanaman layu. Buah kena antrak. Ada sekitar enam hektar seperti itu,” tuturnya saat ditemui langsung di lahan garapannya.
Menyikapi itu, petani sejatinya sudah melakukan langkah penanganan dengan memberikan sentuhan pestisida sesuai standar. Namun tak ada perubahan. Gagal panen tetap tak terhelakkan. “Petani benar-benar tak bisa panen. Biarpun dapat, jumlahnya sedikit. Tidak bisa menutupi biaya,” katanya.
Ditengah situasi ini, momen hari Raya Galungan dan Kuningan yang memerlukan kebutuhan cabai lebih banyak tak dapat dinikmati. “Harganya juga murah. Biasanya kalau gagal panen, pasti mahal. Sekarang hanya kisaran Rp 8 ribu per kilo,” terang pria yang sempat mengikuti lomba petani teladan mewakili Bali ke tingkat nasional ini.
Jika cuaca baik layaknya musim lalu, hasil panen yang didapatkan sangat berlimpah. Setiap enam hari sekali, untuk luas tanaman 25 are bisa mencapai 250 kilogram. Angka itu sangat berbanding terbalik dengan situasi saat ini. “Sekarang biaya tidak balik. Untuk 25 are, bisa sampai Rp 3 juta. Ini tumben terjadi. Sebelumnya sangat bagus,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Klungkung, Ida Bagus Gde Juanida mengatakan faktor cuaca memang sangat mempengaruhi produksi cabai. Namun, khusus untuk di Subak Giri, upaya menghindari anjloknya panen sejatinya dapat dilakukan dengan mengintensifkan perawatan dengan penyemprotan pestisida. Namun, petani masih enggan melakukan itu lantaran hasil jual tetap tergolong murah. “Kami juga belum bisa mengendalikan harga,” sebutnya.
Supaya hal serupa tak terjadi pada masa tanam selanjutnya, Petugas Penyuluh Lapangan didorong untuk melakukan sosialisasi lebih maksimal kepada petani. “Kalau masih bisa ditangani, biar ditangani. Itu yang kami harapkan pada petani,” tandas Juanida. (sosiawan/balipost)