JAKARTA, BALIPOST.com – Aliran kepercayaan akan dicantumkan dalam KTP setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan status aliran kepercayaan bisa ditulis di kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) maupun Kartu Keluarga (KK). MK mengabulkan permohonan uji materi (judicial review) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) terkait pasal yang melarang pencantuman kolom agama bagi penganut kepercayaan.
Dengan putusan MK tersebut, DPR segera menindaklanjutinya mengajak pemerintah melakukan revisi atas UU Adminduk tersebut. “Jadi yang paling mungkin kita merevisi Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan. Kita enggak ada upaya lain dengan mengikuti keputusan (MK),” kata Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/11).
Menurut politisi dari Partai Golkar ini, pembahasan mengenai tindaklanjut putusan MK baru akan dilakukan usai masa reses pada 14 November 2017. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah Komisi II melakukan rapat dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk membicarakan teknis pelaksanaannya.
Sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan membuat Undang-Undang, penyikapan oleh DPR dan pemerintah dinilai penting, karena putusan MK bersifat final dan mengikat harus dilaksanakan. “Nah teknisnya kami belum tahu. Tentu pihak Kemendagri harus mempersiapkan itu. Nanti kami akan tanya,” imbuhnya.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa kata “Agama” dalam Pasal 61 ayat 10 dan pasal 64 ayat (2) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal-pasal itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “Kepercayaan”.
Dengan demikian, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang diakui pemerintah, dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan. Selain itu, MK juga memutuskan status penghayat kepercayaan dapat dicantumkam dalam kolom agama di KK dan e-KTP tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianutnya. Hal ini untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan mengingat jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam.
Anggota Komisi II DPR RI TB Ace Hasan Syadzily meminta semua pihak menghormati putusan MK yang bersifat final dan mengikat. “Saya kira keputusan MK harus kita hormati. MK telah memutuskan berdasarkan pada landasan konstitusi negara kita,” kata Ace.
Dia menilai putusan MK merupakan bentuk pengakuan negara kepada semua warga negaranya yang bukan pada enam agama yang ada saat ini saja. “Semua warga negara Indonesia memiliki hak untuk dilindungi dalam beragama dan berkeyakinan sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing,” ujarnya. (Hardianto/balipost)