DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah dicerca dua profesor yang merupakan ahli hukum, dalam sidang praperadilan perkara kasus dugaan korupsi senderan Tukad Mati, dengan pemohon I Wayan Seraman, Kamis (9/11) giliran tim jaksa menghadirkan tiga saksi dan ahli. Mereka ada dari penyidik kejaksaan, BPKP dan ahli dari Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Hanya saja saat termohon (Kejaksaan) menyodorkan nama Made Lovi Pusnawan, pihak pemohon melalui kuasa hukumnya Simon Nahak dkk., keberatan.
Pasalnya Lovi adalah penyidik kejaksaan dimana yang menjadi termohon adalah kejaksaan cq Kajari Denpasar. Namun hakim praperadilan tetap melanjutkan mendengarkan keterangan Lovi dengan catatan harus netral.
Lovi Pusnawan mengatakan bahwa senderan Tukad Mati menjadi penyelidikan kejaksaan diawali dari adanya laporan pengaduan, yakni adanya kerusakan proyek senderan Tukad Mati. Dari sana melakukan puldata dan pulbaket hingga akhirnya keluar surat perintah penyelidikan.
Dari hasil penyelidikan diketahui adanya indikasi korupsi sehingga dilakukan gelar perkara. Dikatakan bahwa dari expose ditemukan adanya dugaan tindak pidana.
Sementara ahli Dr. Rini Kuswardani dari UNNES dimuka persidangan mengaku melakukan kajian. Kajian yang dilakukan sudah standar SNI. Ahli menguji 22 titik dari 25 titik yang semestinya dilakukan penelitian.
Pun saat ditanya termohon melalui Dewa Lanang, yang nengkonotasikan bahwa proyek itu gagal, ahli tidak membantahnya. Ahli bersama tim melakukan pengecekan dan kajian di lokasi selama dua hari. “Turun bersama tim, ada dari ahli, kontraktor dan juga dari kejaksaan. Kami di sana mencari sampel agar bisa diuji. Misalnya semen dan campuran pasirnya,” tandas ahli.
Dari ahli akademisi, beralih ke ahli BPKP Perwakilan Bali, Doso Sukendro, selaku koordinator investigasi di BPKP. Di depan hakim, ahli mengatakan bahwa secara resmi pihak kejaksaan bersurat 15 juni 2017. Dalam surat itu isinya permohonan bantuan audit atas kasus dugaan korupsi senderan Tukad Mati.
Pihaknya kemudian melakukan beberapa langkah atau metode dalam penanganan permintaan audit. Yakni praperencanaan, perencanan, pengumpulan informasi bukti dan pengkomunikasian.
Atas permintaan dari kejaksaan, BPKP pertama mengundang kejaksan untuk melakukan expose untuk mengetahui posisi kasus tersebut. Expose dilakukan 9 Agustus 2017. Hadir saat itu pejabat perwakilan BPKP, kejaksaan Negeri Denpasar. “Expose dilakukan secara bersama. Kesimpulan expose, kasus ini lingkup keuangan negara. Sehingga kami mengidentifikasi adanya dugaan perbuatan melawan hukum,” katanya.
Lantas, kalau BPKP penyimpulkannya apa? Dari expose itu terungkap fisik yang dibangun tidak sesuai dengan pembayaran. “Ini yang kita bahas dalam expose,” tegasnya.
Adanya indikasi kerugian keuangan negara tercermin dari adanya selisih pekerjaan, yakni antara fisik dan pembayaran. September 2017, penyidik menyampaikan ahli dari Universitas Negeri Semarang bahwa hasil uji di lokasi, ditemukan adanya selisih fisik antara yang dilaporkan dibandingkan dengan fisik yang dibayar. Tercantum dalam risalah expos, dilanjutkannya, kurang lebih kesimpulannya sama yaitu adanya penyimpangan. (miasa/balipost)