Indra Harvianto Saleh, SH.MH. (BP/mud)
SINGARAJA, BALIPOST.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja akhirnya membeberkan kronologis dugaan penyalahgunaan APBDes Dencarik, Kecamatan Banjar Tahun 2015 dan Tahun 2016 oleh Perbekel I Made Suteja. Dari perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) yang diterbitkan 24 Oktober 2017 total kerugian negara akibat kasus ini sebesar Rp 149.530.551.

Indikasi penyalahgunaan adalah perbekel tidak melaporkan seluruhnya Pendapatan Asli Desa (PAD) hingga pemanfaatanya diduga diluar perencanaan APBDes atau bisa disebut dengan istilah Out Budget.

Menurut Kasi Pidsus Kejari Singaraja Indra Harvianto Saleh, SH.MH., hasil penyidikan dan penyelidikan menyebutkan bahwa pada APBDes Dencarik Tahun 2015 pada sektor PAD tidak dilaporkan secara menyeluruh. Saat itu, total PAD sebesar Rp 119 juta namun faktanya dana tersebut dimasukan pada APBDes sebesar Rp 39 juta. Dengan demikian, ditemukan selisih pencatatan PAD sebesar Rp 80 juta,  katanya Jumat (11/11).

Dalam APBDes Tahun 2016 sektor PAD yang seharusnya dicatatkan sebesar Rp 60 juta, namun dalam APBDes di tahun itu dimasukkan Rp 33 juta. Dugaan pelanggaran lainnya adalah sisa anggaran pelaksanaan kegiatan fisik di desa tidak dilaporkan dalam APBDes dan juga laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ).

Baca juga:  PS Jembrana Dampingi Perseden ke Putaran Nasional

PAD itu sendiri berasal dari pungutan berdasarkan Peraturan Desa (Perdes) dan pendapatan lain-lain yang sah. “Hasil pemeriksaan kami dan bantuan perhitungan BPKP menemukan kerugian negara akibat perbuatan perbekel dengan jumlah total Rp 149.530.551,” katanya.

Menurut Harvianto, PAD yang tidak dilaporkan keseluruhan itu digunakan untuk beberapa kegiatan di desa. Kegiatan itu diantaranya pembelian dua are tanah untuk perluasan kantor perbekel sebesar Rp 80 juta. Kegiatan ini pun tidak bisa dijalankan karena kabupaten melarang desa untuk membeli aset dengan dana APBDes.

Pembayaran proyek pembangunan pasar desa tahun 2012 yang seharusnya sudah dianggarkan, namun pembayarannya dicicil hingga tahun 2015. Menariknya, perbekel nekat menggunakan dalam APBDes untuk kepentingan bantuan sosial (bansos-red) yang sebenarnya untuk kepentingan pribadi, perjalanan dinas dalam kabupaten, dan pinjaman untuk uang saku untuk kegiatan ke luar negeri.

Baca juga:  KPK Sering Dapat Informasi Dugaan Korupsi di Perguruan Tinggi

Tidak hanya itu, perbekel diduga melakukan pertanggungjawaban fiktif untuk biaya perbaikan sepeda motor dinas. Keterangan dari pihak bengkel tempat memperbaiki sepeda motor menyebut menghabiskan biaya Rp 800.000, tetapi dari pencatatan kas desa dicantumkan Rp 3,4 juta. “Dari kajian kami unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam kasus ini terpenuhi. Seperti untuk bansos yang itu kepentingan pribadi seperti kondangan orang kawin, potong gigi, hingga nengok orang sakit menggunakan dana di desa,” jelasnya.

Harvianto menambahkan, dari hasil pemeriksaan itu disimpulkan pelaksanaan APBDes Tahun 2015 dan Tahun 2016 itu bertentangan dengan Undang Undang (UU) No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Permendagri No. 113 dan Peraturan Bupati (Perbup) No. 73 Tahun 2014.

Dari regulasi itu mengamanatkan bahwa seluruh pendapatan/penerimaan dan pengeluaran masuk rekening desa kemudian pemanfaatannya ditetapkan dalam APBDes. “Regulasi itu sudah mengamanatkan pemakaian dana desa harus melalui mekenisme yang sudah diatur dan dalam kasus ini mekanisme itu tidak dilalui, sehingga bertentangan dengan regulasi yang ada,” jelasnya.

Baca juga:  Permintaan Meningkat, Harga Beras di Buleleng Tembus Rp17 Ribu

Terkait audit Inspektorat Daerah yang tidak menemukan pelanggaran, Harvianto mengakui kalau dari hasil kordinasi dengan Inspektorat Daerah memang hasil audit terhadap APBDes Tahun 2015 tidak ditemukan pelanggaran. Bahkan, laporan keuangan yang diperiksa itu dinyatakan seimbang (balance-red).

Akan tetapi, hasil penyidikan kejari justru menemukan bukti lain berupa pencataan keuangan yang dipegang bendahara di desa. Dari pencatatan keuangan itu ditemukan bukti penggunaan dana desa yang tidak melalui mekanisme dalam APBDes. “Kalau Inspektorat tidak menemukan, tapi kita yang menemukan. Dari buku kas tambahan untuk kontrol dan ada tulisan tangan bendahara kita temukan pemakaian dana desa untuk kegiatan di luar APBDes,” katanya. (mudiarta/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *