AMLAPURA, BALIPOST.com – Meski peneliti Belanda menyebut lontar di Museum Leiden Belanda isinya hanya transkrip atau salinan, tak akan mengubah rencana pemerintah melanjutkan pembangunannya di sebelah barat Taman Budaya Candrabhuana.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan Karangasem Putu Arnawa, rencana ini tinggal menunggu pelaksanaannya tahun depan, untuk menunjang Karangasem sebagai Kota Pusaka. Tahun depan, fasilitas gedungnya dipastikan sudah berdiri, katanya Rabu (15/11).
Dia mengakui, membuat dan memberdayakan museum lontar ini memang tidak mudah. Butuh dukungan anggaran besar dan rencana yang matang dalam pemanfaatannya. Museum lontar ini akan menjadi paket yang lengkap dalam mendukung program kota pusaka pemerintah pusat.
Menurutnya, lontar Bali tentu menyimpan nilai-nilai keagamaan dalam proses adaptasi dengan kearifan lokal kala itu. Isi di dalamnya sangat penting untuk kita pelajari bersama. “Serapan ajaran agama yang datang dari luar dengan budaya lokal kita di Bali, ini banyak termuat di dalam lontar-lontar. Masih banyak lagi yang bisa kita pelajari dari lontar Bali,” kata Putu Arnawa.
Dalam era generasi milenial seperti sekarang ajaran-ajaran yang termuat di dalam lontar harus juga dipelajari dan dipahami. Untuk mengetahui intisari daripada lontar-lontar di Bali, khususnya di Karangasem, maka diperlukan sebuah museum yang layak, sebagai tempat penyimpanan dan mempelajarinya.
“Jadi, keberadaan museum ini, akan membuka peluang kita, untuk memulangkan lontar-lontar yang ada di luar, seperti di Museum Leiden. Tetapi, yang dipulangkan, maksudnya bukanlah bentuk fisiknya, tetapi isi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,” kata Arnawa, menanggapi penilaian peneliti Belanda, Prof.Hinzler yang menilai upaya pemulangan lontar Bali di Museum Leiden ke Karangasem sebagai upaya sia-sia, karena isi Museum Leiden hanya berupa transkrip.
Arnawa pula menegaskan, bahwa setiap museum seperti Leiden tentu punya database isi lontar disana. Seluruhnya sudah teregister dengan baik. Bahkan, sudah ada tersedia yang versi digital. Sehingga, upaya yang paling mungkin adalah menyalin isi cakepan lontar-lontar yang ada disana, untuk kemudian disimpan dan dipelajari bersama di Museum Lontar Karangasem nanti. Demikian juga yang ada di tempat lain. Sedangkan, bagaimana nanti manajemen pengelolaan Museum Lontar yang baik, dia mengaku masih akan belajar dengan daerah lain. Kalau nanti gedung dan isinya sudah layak, lengkap dengan manajemen pengelolaan yang baik, baru akan dibuka untuk umum dan diberdayakan.
Disinggung, mengenai ada wilayah lain di Karangasem yang juga sudah merintis museum lontar seperti ini, menurutnya tidak akan menjadi masalah. Justru ini menurutnya sangat positif, karena ke depan bisa saling mengisi, bukan berkopetisi berlomba-lomba buat museum. “Kalau mengenai anggaran, berapa habis bikin museum, pastinya saya belum tahu, karena semua ini program pusat dalam rangka lanjutan pembangunan Karangasem sebagai kota pusaka,” katanya. (bagiarta/balipost)