SINGARAJA, BALIPOST.com – Pembangunan jembatan Sungai (tukad) Mendaum di Desa Banjar, Kecamatan Banjar terancam tidak akan rampung saat jadwal proyek ini berakhir. Proyek yang didanai dari APBD Induk 2017 tersebut dijadwalkan selesai dibangun pada 21 November 2017.
Namun hingga Rabu (15/11), realisasi pengerjaan proyek baru mencapai 64 persen. Atas keterlambatan itu, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) Buleleng akan menjatuhkan sanksi denda kepada rekanan.
Jembatan ini sebelumnya menghubungkan antara Desa Banjar (Kecamatan Banjar) dengan Desa Kalianget (Kecamatan Seririt). Sejak bertahun-tahun jembatan itu belum pernah diperbaiki hingga kondisinya mengalami kerusakan parah.
Menghindari jembatan ambruk, pemerintah kemudian mengalokasikan anggaran APBD Induk 2018 untuk membangun ulang sekaligus memperlebar jembatan. Setelah proyek mulai dikerjakan pada Mei 2017, pihak pemborong tidak mampu mengerjakan pekerjaan tepat waktu karena faktor teknis di lapangan.
Kepala Dinas PU-PR Buleleng Ketut Suparta Wijaya membenarkan kalau proyek jembatan Tukad Mendaum tidak bisa diselesaikan tepat waktu. Suparta mengatakan, sejak awal proyek pihaknya sudah menugaskan pengawas internal untuk memantau proses pengerjaan di lapangan.
Dari pengawasan itu, sebenarnya rekanan sudah mengerjakan konstruksi jembatan mulai dari pondasi sampai badan jembatan. Namun untuk badan jembatan, sampai sekarang rekanan baru memasang rangka dan belum dicor dengan beton sesuai spek yang tercantum dalam dokumen perencanaan.
Sementara pengerjaan konstruksi pondasi (borepile) untuk tiang penyangga di ujung barat dan timur terjadi keterlambatan. Saat ini, pondasi yang baru selesai dikerjakan adalah di sebelah barat. Sedangkan pondasi di timur belum dikerjakan karena terganjal masalah teknis di lapangan. “Dari kajian kami dan menyimpulkan hasil pengawasan, proyek itu akan terlambat dari kontrak yang berakhir pada 21 November 2017 ini. Kami maklumi karena rekanan sendiri kesulitan mengerjakan konstruksi bawah dan sampai sekarang pondasi di sebelah timur belum selesai dikerjakan,” katanya.
Menurut Suparta, rekanan dipastikan akan dikenakan sanksi denda keterlambatan terhitung dari tanggal kontrak berakhir selama 50 hari kalender. Berdasarkan mekanisme yang ada, nilai denda pengerjaan itu dihitung berdasarkan satu meter per mil per hari dikalikan nilai kontrak proyek.
Bila dalam waktu denda pengerjaan itu, rekanan tetap tidak bisa menyelesaikan sisa pekerjaan, maka Dinas PU-PR akan memutus kontrak. Selama batas waktu perpanjangan ini, rekanan diingatkan agar menyelesaikan sisa pekerjaanya.
Diperkirakan dalam dua minggu ke depan rekanan dituntut bisa menyelesaikan sisa pekerjaanya. Dalam waktu tambahan itu, rekanan nantinya akan memasang pondasi di sebelah timur. Kemudian badan jambatan mulai dicor dan menyelesaikan pengerjaan bagian-bagian pelengkap jembatan. “Selama denda penegrjaan itu, rekanan wajib mengerjakan sisa pekerjaanya dan kalau lewat dari batas waktu itu baru akan diputus kontrak. Kami berharap selama denda pengerjaan itu, rekanan bisa menyelesaikan sisa pekerjaanya sehingga jembatan selesai dibangun sebelum akhir tahun anggaran,” tegasnya.
Sementara itu, seorang perwakilan pemborong, Deni mengatakan, keterlambatan pengerjaan karena ada perubahan konstruksi dari dokumen perencanaan. Dari perencanaan awal akan dibuat enam titik pondasi kemudian ditambah menjadi 10 titik.
Akibat penambahan ini pihaknya mengajukan perpanjangan pengerjaan sampai Desember 2017 mendatang kepada Dinas PU-PR Buleleng. Terkait sanksi denda keterlambatan, Deni menyatakan perusahaan siap menerima denda keterlambatan itu.
Bahkan, kalau memang sampai waktu perpajangan tidak bisa menyelesaikan pekerjaan, perusahaan juga siap bertaggungjawab. “Kami sudah mengajukan perpanjangan sampai Desember 2017. Kami pastikan paling lama 25 Desember mendatang pekerjaan sudah selesai. Kalau memang tidak mampu ya kami siap menanggung sanksi yang diberikan oleh pemilik proyek,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)