DENPASAR, BALIPOST.com – Untuk kedua kalinya, Kejaksaan Negeri Denpasar yang menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam kasus pidana korupsi keok dalam sidang praperadilan. Setelah status tersangka Wayan Seraman dinyatakan tidak sah oleh pengadilan, Kamis (16/11) hakim praperadilan Angeliky Handajani Day menyatakan bahwa status tersangka AA Gede Agung Dalem, ST.,MT., dalam kasus senderan Tukad Mati juga dinyatakan tidak sah.
Atas putusan hakim tersebut, status tersangka untuk pria yang menjabat sebagai Kabid Pengairan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Badung tersebut harus digugurkan.
Dalam amar putusan dan berbagai pertimbangannya, hakim menjelaskan bahwa saat pemohon praperadilan (Agung Dalem) ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejari Denpasar pada 31 Juli 2017, saat itu belum adanya audit kerugian negara dari BPKP Perwakilan Bali. Namun berdasarkan keterangan ahli, expose sudah dilakukan namun belum mengeluarkan hasil audit.
“Jadi, saat pemohon (Agung Dalem) dijadikan tersangka, penyidik belum mempunyai minimal dua alat bukti,” putus hakim.
Dikatakan, penyidik belum mempunyai bukti permulaan dalam hal audit BPKP dalam menetapan Gung Dalem sebagai tersangka. Sehingga penetapan tersangka tanggal 31 Juli 2018 dinilai tidaklah sah oleh hakim praperadilan. Namun hakim mengakui bahwa penetapan seseorang sebagai tersangka merupakan sub-bagian penyidikan.
Walau hakim memutuskan bahwa sebagian permohon praperadilan dalam penetapan tersangka Senderan Tukad Mati diterima, namun sebagian lagi permohonan ditolak. Di antaranya soal ganti rugi. “Mengadili, mengabulkan permohonan praperadilan untuk sebagaian, penetapan tersangka pemohon (Gung Dalem) oleh termohon tidak sah, membebankan biaya ini pada negara,” putus hakim.
Atas putusan itu, kuasa hukum Kabid Perairan PUPR Badung, Simon Nahak bersama Wayan Gede Mardika, mengatakan apa yang diputuskan hakim itu sudah benar. “Sudah dijelaskan hakim bahwa penetapan tersangka tidak sah. Apapun dalil-dalil termohon (kejaksaan) memang sudah kita lihat jelas. Sekarang sudah ada pergeseran dari delik formil menjadi delik materiil, maka dalam penetapan seseorang sebagai tersangka maka harus memberikan laporan kerugian keuangan negara sebagai audit dari pihak berwenang seperti BPK atau BPKP,” jelasnya.
Dikatakan, pihaknya sangat setuju dan mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Tetapi mekanisme dan prosedurnya harus jelas.
Terpisah, pascabelum turunnya atau belum diterimanya salinan putusan hakim praperadilan oleh kejaksaan, Wayan Seraman tidak dikeluarkan dari Lapas Kelas II A Denpasar di Kerobokan. Namun pada Rabu (15/11) malam, Wayan Seraman yang juga sempat menyandang gelar tersangka akhirnya bisa bebas menghirup udara segar. Didampingi kuasa hukumnya Mardika, Seraman oleh jaksa dikeluarkan dari LP terbesar di Bali itu. “Ya, kemarin sudah dibebaskan,” tandas Simon Nahak. (miasa/balipost)