DENPASAR, BALIPOST.com – Komunitas co-working (bekerja bersama) menjadi salah satu tren baru di kalangan anak muda. Komunitas co-working menyediakan fasilitas berkumpul dan berkomunikasi untuk para komunitas dengan keahlian yang dimikinya.

Sehingga terbentuk suatu ekosistem yang saling menguntungkan. Hal ini secara tidak langsung telah mendukung para pengusaha kreatif baik dalam membangun model bisnis termasuk memperluas saluran distribusi, baik melalui jaringan ekosistem yang ada maupun media sosial.

Dengan demikian hal ini telah mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia karena telah menghasilkan wirausaha baru di industri kreatif baik yang berbasis IT maupun non IT. Demikian disampaikan Presiden Perkumpulan Co Working Indonesia, Faye Alund, Jumat (17/11) saat press conference menjelang co-working festival 2017.

Perkumpulan kerja bersama ini dipercaya akan menumbuhkan ekonomi negara terutama ekonomi kreatif. “Kita perlu lebih banyak entrepreneur,” katanya.

Baca juga:  Optimalkan Peluang Pertumbuhan Ekonomi, Kinerja Bisnis Wholesale BRI Semakin Solid

Karena untuk menampung tenaga kerja yang jumlahnya kurang dari 250 juta, perlu lebih banyak pengusaha. Saat ini baru 2 persen penduduk Indonesia yang berwirausaha.

Sedangkan Singapura luas negara kecil dengan jumlah pendudduk kurang lebih 5 juta, 8 persen penduduknya merupakan wirausaha. Masih kecilnya persentase pengusaha berdampak pada kesejahteraan penduduk Indonesia.

Menurutnya yang menjadi kendala pertumbuhan wirausaha di Indonesia, salah satunya adalah masih kurangnya tempat berkumpul dengan konsep kerja bersama ini. Tempat untuk bekerja bersama dengan berbagai keahlian menurutnya dapat memperkuat networking, sebagai modal untuk dapat bertumbuh. Dengan demikian, wirausaha yang semula skala kecil dapat dengan cepat naik kelas.

Baca juga:  Tiga Hari Berturut-turut, Bali Catatkan Tambahan Harian Korban Jiwa COVID-19 yang Sama

Saat ini tempat kerja bersama (co-working space) jumlahnya 170 di 27 kota di Indonesia. Itupun terbatas hanya di Indonesia bagian barat dan tengah. Sedangkan Indonesia bagian timur belum ada.

Sebelumnya, Kepala Badan Kreatif (Bekraf) Denpasar, Anindya Putra mengungkapkan bahwa salah satu kendala pelaku ekonomi kreatif adalah masih susahnya mengakses permodalan.

Namun, Wakil Pemimpin BRI Bidang Bisnis BRI Kanwil Denpasar, Yoyok Mulawarman mengungkapkan bahwa BRI siap mendukung ekonomi kreatif. Karena BRI yang telah berusia 122 tahun tidak ingin ketinggalan dan tergilas oleh jaman, dengan tidak ikut bergerak bersama komunitas co-working.

Menurutnya, co-working space menjadi salah satu tempat kerja bersama, digunakan dan dimanfaatkan komunitas untuk saling berinteraksi dan bertukar pikiran dalam menelurkan ide-ide baru dan terobosan baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya.

Baca juga:  PTSL di Bali Ditarget Rampung 2019

Pihaknya menyadari, ke depan market dan situasi lingkungan BRI juga akan berubah. “Customer kami pasti akan berubah karakteristik, sikap dan cara pandangnya. Maka dari itu BRI akan menjadi bagian dari perubahan itu,” terangnya.

Dukungan yang diberikan ada dalam jangka panjang dan jangka pendek. Jangka pendek, BRI akan memberikan skill sharing seperti informasi manajemen keuangan. Dengan begitu, para pelaku ekonomi kreatif memiliki catatan keuangan yang akuntable.

Catatan ini akan diperlukan nantinya saat pelaku ekonomi kreatif ini memerlukan permodalan. Selain itu, BRI juga akan membuat program bersama dengan komunitas co-working untuk lebih memperkuat wirausaha. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *