MANGUPURA, BALIPOST.com – Warga pemilik lahan yang terkena dampak pelebaran jalan di simpang Jimbaran, belum sepakat nilai penawaran ganti rugi dari pihak Pemkab Badung. Hal tersebut terungkap dalam negosiasi antara warga pemilik lahan dengan Pemkab Badung, Selasa (21/11) di kantor Camat Kuta Selatan. Pihak Pemkab Badung sebelumnya menawarkan dengan nilai pembebasan sebesar Rp 10 Juta perm2.
Menurut salah seorang warga ahli waris pemilik lahan Wayan Sutama menyampaikan, dari hasil musyawarah keluarga pemilik lahan, nilai ganti rugi yang ditawarkan masih belum sepenuhnya diterima, karena tanah tersebut merupakan tanah waris. Bahkan warga menuntut agar tim appraisal tidak membedakan harga antara ganti rugi lahan di simpang Jimbaran dengan di Tuban. “Padahal kondisinya hampir sama dan untuk hal yang sama. Kenapa kok jauh berbeda jauh nilainya, kalau bisa ini disamakan,” pintanya saat menghadiri pertemuan dikantor camat Kutsel.
Dikatakannya, penawaran ganti rugi senilai Rp 10 juta per m2 atau 1 milyar per are diminta agar dinaikkan menjadi Rp 20 juta m2 atau Rp 2 milyar per are. Dari 8 orang perwakilan ahli waris yang hadir saat itu, mereka kompak mengaku masih belum sepakat dengan penawaran nilai ganti rugi lahan oleh Pemkab Badung.
Sementara, Tim Koordinasi Pengadaan Tanah Pemkab Badung, Made Surya Dharma menerangkan bahwa nilai yang ditawarkan tersebut merupakan hasil penilaian appraisal. Pihaknya mengaku tidak bisa lagi untuk menaikkan harga, karena nilai Rp 10 Juta per m2 adalah hasil kajian tertinggi tim appraisal. Sebab pihaknya bekerja mengacu pada aturan dan landasan yang berlaku.
“Semula memang ditawarkan Rp 900 juta per are, tapi kita langsung tawarkan nilai kewajaran tertinggi appraisal senilai Rp 10 juta per m2 atau 1 milyar per are. Lebih dari itu kita sudah tidak bisa lagi, karena itu kajian harga dari appraisal,”katanya.
Pihaknya saat ini masih memberikan kesempatan selama 7 hari agar pemilik lahan bisa merembugkan kembali keputusannya. Jika warga setuju dan menandatangani surat pernyataan persetujuan, maka akan dilanjutkan pada proses pencairan dana. Namun jika warga tidak sepakat, maka proses selanjutnya akan masuk ke ranah pengadilan.
Kabid Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Badung, Sang Oka Permana meminta agar warga bisa mempertimbangkan kembali keputusannya. Karena, apabila proses tersebut nantinya masuk ke ranah pengadilan, tentu penawaran harga tertinggi appraisal tidak akan berlaku. “Nantinya pengadilan lah yang memutuskan harga yang sesuai akan tanah warga, dimana nilai yang diputuskan nanti bisa saja dibawah dari nilai yang ditawarkan appraisal. Selain itu proses tersebut tentunya akan memakan waktu yang cukup lama,” pungkasnya. (yudi karnaedi/balipost)