DENPASAR, BALIPOST.com – Majelis hakim pimpinan I Wayan Sukanila dengan hakim anggota Made Sukereni dan Miftahul menaikkan hukuman terdakwa Ni Kadek Wirastini (32) dibandingkan dengan tuntutan jaksa. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (22/11), terdakwa Wirastini yang merupakan staff pembantu Kaur Keungan Desa Mengwitani divonis bersalah oleh hakim tipikor dan dia dipidana penjara selama empat tahun.
Putusan itu lebih tinggi enam bulan karena sebelumnya JPU Ngurah Sastradi menuntut supaya terdakwa dihukum selama tiga tahun enam bulan. Namun demikian, majelis hakim menjatuhkan pidana empat tahun dan denda Rp 200 juta subsider satu bulan kurungan. Di samping itu, hakim juga membebankan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 220 juta subsider enam bulan kurungan.
Atas putusan itu, majelis hakin memberikan kesempatan pada terdakwa dan jaksa untuk menyikapi putusan dan menanggapinya, baik menerima maupun banding selama satu Minggu.
Dalam amar putusannya, hakim menguraikan perbuatan terdakwa dan menimbang sejumlah keterangan saksi, terdakwa dan ahli. Terdakwa Wirastini diadili atas kasus dugaan korupsi dana APBDesa Mengwitani, yang kerugian seluruhnya mencapai Rp 1,2 miliar.
Dalam perkara ini, majelis hakim menyebut bahwa terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dalam dakwaan primer. Yakni melanggar pasal 2 UU RI No. 31 tahun 1999 tentang tipikor sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pasal ini juga berbeda dari jaksa, karena jaksa sebelumnya menjerat terdakwa dengan pasal 3 UU yang sama. Sebagaimana dakwaan jaksa, dalam perkara ini negara dirugikan hingga Rp 1.227.031.888,06. Dijelaskan, Kadek Wirasti turut melakukan tindak pidana bersama I Made Rai Sukadana (perbekel) dan Ni Wayan Nestri kaur keuangan Mengwitani, pada 2014 lalu di BPD Bali Capem Mengwi.
Tahun 2014, APBDes sebesar Rp 6,5 miliar tersebut sedianya digunakan untuk kepentingan umum berupa operasional desa yang selanjutnya disebut sebagai penerimaan desa. Dalam operasionalnya telah digunakan hingga Rp 5,3 miliar, sehingga diperoleh sisa anggaran Rp 1,227 miliar. Dari hasil sisa anggaran pada kas pembukuan Kantor Desa Mengwitani per 31 Desember 2014 malah ditemukan sisa hanya Rp 3,2 juta. Padahal seharusnya Rp 1,227 miliar. “Dalam pelaksaan tugasnya, terdakwa bukan sebagai pembantu kaur keuangan. Namun dipercaya oleh perbekel memegang buku tabungan kas Desa Mengwitani,” urai jaksa dari Kejati Bali itu.
Sedangkan Ni Wayan Nestri yang merupakan kaur keuangan justeru bertugas melakukan penatausahaan dana kas tunai yang ada di brankas. Kata jaksa, sejak Oktober 2014 terdakwa Wirastini tidak pernah masuk kantor untuk mempertanggungjawaban keuangan Dana Desa Mengwitani sehingga menemukan kendala. Bahkan saat berhasil mengecek kas desa di BPD Bali, justeru saldo kas desa hanya Rp 3,2 juta.
Atas peristiwa itu dilakukan penelusuran ditemukan bahwa penarikan dana oleh perbekel dan bendahara di BPD Bali tidak sesuai prosedur. Yakni penarikan formulir kosong namun ditandatangani perbekel. “Tidak dilaporkan berapa yang ditarik,” ucap jaksa.
Dari hasil pemeriksaan tata kelola administrasi keuangan dan pelaporan, pola penerimaan dan pengeluaran tidak dilakukan bendahara. Namun oleh Wirastimi sebagai kaur pembantu. Kondisi tersebut dinilai telah merugikan Desa Mengwitani. Perbekel juga dituding melakukan pembiaran pada bawahannya dan ceroboh menandatangani formulir kosong.
Perbuatan terdakwa bertentangan dengan asas pengelolaan keuangan negara, akuntabilitas, profesional dan proporsional, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara. (miasa/balipost)