DENPASAR, BALIPOST.com – Pertunjukan joged bumbung jaruh atau porno selama ini belum bisa hilang di masyarakat karena memang ada pembiaran. Itu sebabnya, beraneka bentuk FGD, deklarasi, hingga Surat Edaran yang dikeluarkan Gubernur terkait penertiban joged bumbung jaruh tidak pernah mempan membuat jera.
“Sesungguhnya sesuatu itu tidak benar tapi kita nyaru-nyaruang. Proses pembiaran ini tidak bisa kita lakukan terus menerus,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta saat menggelar rapat kerja bersama sejumlah stakeholder di Gedung Dewan, Senin (27/11).
Rapat ini utamanya menyikapi video joged bumbung porno dalam acara amal bencana Gunung Agung di Buleleng yang belakangan viral di media sosial facebook. Parta mendesak aparat kepolisian untuk menindak setiap pertunjukan joged jaruh sesuai peraturan hukum yang berlaku. Penindakan ini untuk memberikan shock terapi bagi para pelaku. Begitu juga para bendesa adat yang ada di Bali harus mulai bertindak untuk melarang pertunjukan joged jaruh di desanya masing-masing.
“Di desa adat tidak boleh lagi ada joged jaruh, harus semuanya ngeh. Jangan sampai orang Bali menghancurkan budayanya sendiri,” tegas Politisi PDIP ini.
Budayawan, I Wayan Dibia mengkhawatirkan pembiaran terhadap joged bumbung jaruh akan merembet pada kesenian Bali lainnya. Seperti saat ini, materi lawakan dalam kesenian Bondres pun sudah banyak terkontaminasi dengan gerakan ataupun bahasa jaruh. Oleh karena itu, perlu diadakan sosialisasi tentang pakem-pakem joged bumbung yang sebenarnya.
“Saya pribadi merasa terganggu melihat itu (joged jaruh, red). Saya tidak pernah melihat tontonan seperti itu pada tahun 80an. Tidak pernah kita melihat joged ngangkuk,” katanya.
Dibia juga menyesalkan pemerintah desa selama ini justru lebih banyak diam dan membiarkan. Padahal, pemerintah desa seharusnya justru menjadi yang terdepan dalam mengambil tindakan. “Selain pelaku, lalu penonton, saya kira pemerintah desa juga perlu ditindak atas pelanggaran ini,” tegasnya.
Akademisi dari STIKOM Bali, Made Marlowe Bandem mengatakan, pada bulan Oktober-November 2017, Tim STIKOM Bali telah melakukan penelusuran tayangan joged seronok di Youtube. Hasilnya, ada 319 tayangan dengan penelusuran kata kunci “joged jaruh”, 8040 hasil untuk kata kunci “joged porno” dan 24.000 hasil untuk kata kunci “joged hot”. Padahal setelah dilakukan FGD Pengentasan Joged Jaruh pada 1 November 2016 lalu, telah ada beberapa kanal di Youtube yang menghentikan penyebaran tayangan joged seronok secara sukarela.
“Tapi di tahun 2017 ini, masih ditemukan beberapa kanal yang masih terus mempromosikan dan menayangkan fenomena joged seronok di Youtube. Banyak kanal yang menutup akses komentar sehingga tak mudah untuk mengirimkan protes langsung kepada pemilik akun agar menghentikan tayangan itu,” jelasnya.
Menurut Marlowe, ada beberapa rancangan strategi yang disusun untuk pengentasan joged jaruh secara offline dan online. Secara offline, Dinas Kebudayaan perlu melakukan identifikasi dan pembinaan terhadap sekaa-sekaa joged yang disinyalir diupah untuk mempertontonkan joged seronok. Selain itu, melakukan pula audiensi untuk menjelaskan ihwal joged seronok kepada pihak Google selaku pemilik dari Youtube, serta melakukan kampanye “Stop Joged Jaruh”.
“Secara online, melayangkan protes kepada pemilik-pemilik kanal untuk menghentikan tayangan joged seronok di Youtube. Membentuk task force dan volunteer dari berbagai perguruan tinggi untuk melakukan reporting dan flagging inappropriate content terhadap masing-masing video joged seronok,” imbuhnya.
Perwakilan Puskor Hindunesia, Suparta Jelantik mengatakan, keberadaan joged porno kini sudah darurat dan sudah bisa dikatagorikan sebagai pidana umum. Artinya, kepolisian bisa langsung menindak menggunakan pasal dalam KUHP dan UU Pornoaksi karena bukan merupakan delik aduan.
“Saya kira polisi tidak perlu menunggu waktu terlalu lama, karena joged porno ini sudah sangat menganggu,” ujarnya. (Rindra Devita/balipost)