Sejumlah peralatan galian C tertimbun lahar dingin dan menyebabkan kerugian Rp 2 miliar. (BP/ist)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Banjir lahar dingin menimbulkan kerugian cukup besar. Kerugian itu, akibat usaha galian C baik ilegal maupun legal yang peralatannya tertimbun lumpur pascabanjir lahar dingin, Senin (27/11). Peralatan para pengusaha tertimbun, lantaran belum sempat mengevakuasi sebelum terjadi banjir lahar dingin.

Pengusaha galian C legal atau berizin di Desa Bebandem, Karangasem, Wayan Parka, adalah salah satu korbannya. Hampir semua peralatannya tertimbun, seperti dua screen getar dan satu alat pemecah batu. Peralatan yang tertimbun tak mungkin lagi dievakuasi, karena sangat sulit.

Baca juga:  Permudah Pencairan BOS, Siswa Pengungsi Dibuatkan Sekolah Khusus

Padahal, peralatan itu baru dibeli dan baru dipasang di lokasi galian di sekitar Tukad Krekuk itu. Hasil olahan pasir murni siap angkut di pinggiran sungai, juga tidak bisa lagi diangkut truk, karena akses jalan terputus tertimbun lumpur banjir lahar dingin. “Pasrah, tidak ada yang bisa dievakuasi lagi, karena sudah tertimbun lumpur akibat terjangan banjir lahar dingin. Ini sudah kehendak Hyang Kuasa,” kata mantan legislator DPRD Karangasem ini.

Baca juga:  Badung Kerja Keras Pulihkan Kunjungan Wisata

Sebelumnya, dia mengakui sudah diperingatkan beberapa kalangan dan teman sesama pengusaha, agar tidak memasang peralatan galian dulu di daerah aliran sungai jalur lahar letusan tahun 1963. Tetapi, dia mengaku memaksakan memasang peralatan galian C di lokasi miliknya.

Apalagi, setelah status awas pertama 22 September lalu, aktivitas Gunung Agung sempat kembali normal. Dia pun memasang lagi peralatan di lokasi karena mengira situasi sudah berangsur normal, setelah melihat tingkat kegempaan terus menurun. Tetapi, baru saja dipasang, ternyata sudah terjadi hujan lahar dingin. “Semua peralatan disana itu baru dibeli. Sekarang sudah semua tertimbun, kerugian sekitar Rp 2 miliar,” sebutnya.

Baca juga:  Perda Haluan Pembangunan Bali Masa Depan Diapresiasi

Beberapa warga yang selama ini menjadi buruh di sana, juga harus mengungsi ke tempat aman. Salah satu buruh setempat Ketut Sudiarta asal Banjar Dinas Tihingan Kangin, mengaku kini kebingungan harus bekerja apa agar bisa bertahan di tempat pengungsian bersama istri dan tiga orang anaknya. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *