GIANYAR, BALIPOST.com – Meletusnya Gunung Agung yang diikuti dengan penutupan Bandara Internasional Ngurah Rai, berdampak signifikan terhadap penurunan okupansi akomodasi pariwisata di Kabupaten Gianyar. Bila kondisi ini berlangsung lama, pengusaha pariwisata khawatir akan mengalami kebangkrutan, termasuk adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 60 persen penduduk Gianyar yang menjadi pekerja di sektor pariwisata.
Ketua Ubud Hotel Association (UHA) Adit Pande mengatakan okupansi hotel maupun homestay di Kabupaten Gianyar sudah mengalami penurunan. Berdasarkan data rekapitulasi, penurunan itu mencapai 15 persen dari normalnya 40-50 persen pada November ini. “Tingkat hunian (okupansi) saat ini hanya 15%. Jika dihitung, hanya ada sekitar 2.300 orang tamu per hari yang menginap di Gianyar, khususnya Ubud. Padahal normalnya, okupansi hotel di bulan November-Desember ini sekitar 40-50%,” ungkapnya didampingi Ketua Ubud Home Stay Association (USHA) I.B. Wiryawan, Wakil Ketua PHRI Gianyar, I.B. Suar Udiana serta Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, Anak Agung Ari Bramanta.
Kondisi ini juga dirasakan pengusaha sektor perdagangan maupun jasa. Dicontohkan Wakil Ketua PHRI Gianyar, IB Suar Udiana, restoran sejak 5 hari belakangan terpantau mengalami penurunan kunjungan sekitar 70 persen. Bahwa dari rata-rata 15 meja per restoran, hanya terisi sekitar 2 meja. “Restoran drop 70%. Bahkan ada yang gak isi sama sekali,” ujarnya.
Kondisi inipun sudah berdampak pada tenaga kerja. Rata-rata per restoran yang memiliki 20 tenaga kerja, sudah melakukan penjadwalan ulang shift kerja, dalam seminggu karyawan hanya kerja tiga hari. “Selama 4 hari mereka dipaksa ambil cuti. Jadi pengusaha hanya bayar gaji pokok saja,” jelas Udiana.
Sementara Kadisparda Kabupaten Gianyar, AA. Ari Bramanta mengkhawatirkan terjadinya krisis ekonomi daerah, bila erupsi terjadi berulang kali hingga menutup bandara dalam jangka waktu panjang. “Dilihat dari histori erupsi tahun 1963, itu berlangsung setahun. Jika kali ini sama, kita akan hadapi suatu krisis ekonomi daerah,” ungkapnya.
Menurutnya dalam situasi ini, pengusaha akan berpikir antara menutup usaha atau efisiensi. “Mereka akan berpikir pilih tutup usaha atau efisiensi,” jelasnya.
Dikatakan pengurangan tenaga kerja menjadi salah satu bagian yang memungkinkan dilakukan. Kondisi terburuk diperkirakan terjadi PHK besar-besaran. “Sekarang dengan okupansi 15%, pengusaha pariwisata sebenarnya sudah norok (menalangi, red) bayar gaji pegawai dan operasional. Belum lagi membayar kewajiban bank. Bisa-bisa, nanti akan ada PHK besar-besaran,” terangnya.
Pria yang akrab disapa Gung Ari ini menambahkan usaha wisata pendukung seperti rafting, cycling, spa dan lainnya juga akan terdampak. Pertanian, peternakan, dan perkebunan, terutama yang selama ini diserap sektor pariwisata juga kena imbas. “Jadi efeknya sangat luas, jika situasi ini berlangsung lama,” terangnya.
Salah satu solusinya, demi memberikan rasa nyaman pada wisatawan terutama yang tidak bisa kembali ke negara asalnya ketika bandara ditutup, praktisi pariwisata Gianyar menyepakati pemberian 1 malam gratis pada tamu. “Ini semacam asuransi pada tamu. Seluruh anggota asosiasi sudah menyepakati ini. Dan kalau mau tinggal lagi, tamu diberikan diskon 30-50 persen,” ucapnya.
Selain itu, praktisi pariwisata berkolaborasi dengan Dinas Pariwisata Gianyar akan membuka ‘Help Desk’ yang ditempatkan di Kantor Lurah Ubud. Disparda akan menempatkan sejumlah personil untuk memberikan informasi yang jelas pada wisatawan mengenai erupsi Gunung Agung, kaitan dengan buka tutup Bandara dan jadwal penerbangan, maupun moda transportasi yang bisa digunakan.
Ditambahkan Gung Ari, terkait kunjungan wisata ke sejumlah objek wisata di Gianyar juga mengalami penurunan. “Dilihat pada bulan yang sama tahun beda sebenarnya November jumlah kunjungan mencapai 75 ribu. Sekarang turun menjadi 33 ribu, sekitar 40 persen turun,” tandasnya. (Manik Astajaya/balipost)