DENPASAR, BALIPOST.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali memastikan stok logistik aman untuk para pengungsi Gunung Agung. Kalaupun ada yang belum mendapatkan bantuan, problemnya hanya terletak pada proses distribusi.
Keterlambatan dalam distribusi utamanya disebabkan oleh komunikasi yang kurang berjalan baik antara pengelola logistik di posko utama, di tingkat kecamatan, desa, dan di tempat-tempat pengungsian. “Dalam artian begini, yang di posko utama mendrop logistik berdasarkan permintaan sesuai dengan kebutuhan. Itu menjadi kebijakan mereka sehingga kalau belum ada permintaan, tentu belum didrop karena susah memberikan,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Bali, Dewa Made Indra saat berkunjung ke Bali Post, Rabu (6/12).
Dewa Indra menambahkan, pengelola logistik di kecamatan, desa ataupun tempat pengungsian juga terkadang belum memantau kebutuhan logistik. Itu sebabnya, mereka belum bisa mengajukan permintaan. Bisa juga sebaliknya, mereka sudah mengajukan permintaan namun posko utama belum bisa menyalurkan. “Mungkin ada kendala-kendala untuk transportasi atau personil. Jadi, problemnya di seputar itu saja. Bukan pada stok logistik, bukan pada anggaran, ini pada kerja-kerja di lapangan,” jelasnya.
Dewa Indra mengaku terus mematangkan koordinasi untuk menekan masalah-masalah di atas. Mulai dari memperbaiki komunikasi, hingga menambah bantuan kendaraan pick up untuk masalah transportasi. Selain itu, koordinator-koordinator di tempat pengungsian juga diminta lebih proaktif untuk mengecek ketersediaan logistik. Sementara pemerintah sampai kapanpun akan selalu memenuhi kebutuhan logistik pengungsi, terutama yang mendasar adalah beras.
“Pemerintah tidak pernah kekurangan beras, sekarang saja mungkin sudah 600 ton lebih beras pemerintah yang keluar. Kalau (erupsi Gunung Agung) berkepanjangan akan terus dipenuhi. Anggaran juga begitu, kalau habis akan ditambah lagi karena memang bencana harus diprioritaskan. Kegiatan-kegiatan yang lain bisa diatur kemudian,” paparnya.
Menurut Dewa Indra, saat ini ada sekitar 60 ribu masyarakat yang mengungsi setelah Gunung Agung kembali dinyatakan naik ke level awas. Pola pelayanan kepada para pengungsi sudah diubah menjadi pemberdayaan.
Sebelumnya, hampir semua kebutuhan pengungsi dipenuhi oleh pemerintah dan relawan. Seperti dimasakkan nasi, dibungkuskan, hingga dibagikan ke masing-masing pengungsi. “Kalau dalam jangka panjang tentu tidak boleh seperti itu. kita bukan ingin menurunkan pelayanan tapi memberdayakan masyarakat. Oleh karena itu setelah berjalan sebulan maka pola pelayanan kita kurangi. Kita berdayakan pengungsi, dibentuk kelompok-kelompok lalu diberi bantuan kompor. Sudah itu mereka memasak sendiri,” terangnya.
Masyarakat di pengungsian, lanjut Dewa Indra, juga sudah mulai dibantu beraktivitas kreatif. Sebagai contoh, membuat canang, keranjang, atau barang-barang kerajinan untuk selanjutnya dijual ke pasar. Aktivitas seperti ini sangat positif untuk warga dalam mengisi waktu. Sebab, pengungsi yang hanya berdiam diri saja dari pagi hingga sore bisa dikatakan tidak sehat. (Rindra Devita/balipost)