Foto sejumlah siswa sedang belajar sebelum pandemi Covid-19. (BP/dok)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Sebanyak sembilan Sekolah Dasar (SD) yang berada di Kawasan Rawan Bencana ditutup pascaerupsi Gunung Agung. Dari jumlah sekolah itu, sebanyak 1.193 siswa numpang belajar di pengungsian yang lokasinya lebih aman yang tersebar di sejumlah sekolah di Kecamatan Rendang.

Kepala UPTD Dinas Pendidikan Karangasem I Putu Gede Wiadnyana Sudewa, Rabu (6/12) mengungkapkan ada sebanyak sembilan Sekolah SD yang lokasinya berada di KRB yang ditutup akibat bencana erupsi Gunung Agung. SD tersebut adalah SDN 1 Besakih, SDN 2 Besakih, SDN 3 Besakih, SDN 4 Besakih, SDN 5 Besakih, SDN 6 Besakih, SDN 4 Pempatan, SDN 8 Pempatan dan SDN 6 Menanga.

Baca juga:  Menyempit 17 Meter, Warga Padangkerta Minta Lakukan Normalisasi Tukad Bumbung

“Dari jumlah total 33 sekolah SD yang ada di Rendang hanya sembilan sekolah saja yang tutup. Total siswa dari sembilan sekolah itu yang belajar di pengungsian mengungsi jumlah siswanya mencapai 1.193 siswa. Sekolah ini berasal dari tiga desa yakni 6 sekolah dari desa Besakih, 2 sekolah dari Desa Pempatan dan 1 sekolah dari Desa Menanga. Mereka menjalani proses belajar mengajar di sejumlah sekolah SD di Rendang yang lokasinya aman,” ungkap Sudewa.

Dikatakannya, sebelum status Gunung Agung naik ke level awas yang kedua, jumlah sekolah yang mengungsi lebih banyak. Mengingat, radius bahayanya sampai 12 kilometer.

Baca juga:  Gelombang Tinggi, Nelayan Tak Melaut 20 Hari

Sementara pada Awas kedua ini, jumlahnya sedikit berkurang karena jarak bahayanya dikurangi dua kilo menjadi 10 kilometer. Dikatakan Sudewa, ada satu sekolah yakni SDN 3 Memanga yang berada di Banjar Batusesa masih memilih tetap bertahan di sekolah asal untuk menjalani proses belajar mengajar meski masuk KRB.

Menurutnya, pihak sekolah memilih tetap bertahan di sana, mengingat sebagian besar warga masih tetap bertahan di rumah mereka masing-masing. Atas kondisi itulah, pihak sekolah akhirnya tetap memilih tetap buka.

Baca juga:  Pengembangan Industri Mesti Berbasis Kerakyatan dan "Branding" Bali

Menurut Sudewa, selama siswa mengungsi, proses belajar mengajar tidak ada kendala. Sekolah yang banyak menerima pengungsi dibuatkan shift pagi dan siang. Sementara kalau jumlah siswanya sedikit, siswa pengungsi bisa digabung. “Walau situasi seperti ini, UAS dapat berjalan dengan baik. Tidak ada siswa yang tidak mengikuti UAS. Semuanya ikut. Sementara siswa yang mengungsi di luar Rendang teyapenhikuti UAS di sekolah terdekat di aman mereka mengungsi,” tegasnya. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *