Beberapa pramuwisata berbincang-bincang sambil menunggu wisatawan di obyek wisata Sangeh, Badung. Di tengah lesunya wisatawan yang berkunjung, pelaku usaha harus mengganggap karyawan sebagai investasi jangka panjang. (BP/dok)
DENPASAR, BALIPOST.com – Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset paling penting dalam bidang usaha jasa, seperti pariwisata. Untuk itu, di saat kondisi pariwisata sedang lesu seperti sekarang ini, pengusaha harus menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menganggap karyawan sebagai investasi jangka panjang.

Menurut ekonom dari Universitas Udayana, Prof. Wayan Ramantha, keputusan PHK justru akan menambah beban bagi pengusaha. Sebab, jika kondisi pariwisata sudah pulih untuk mencari karyawan baru akan memerlukan biaya tinggi.

Ia menilai mempekerjakan karyawan lama pada kondisi merugi harus dianggap sebagai investasi yang setelah kondisi pulih akan kembali sebagai keuntungan. Sehingga bisa menghemat biaya saat kondisi sudah normal.

Baca juga:  Kreatif, Petani Ini Manfaatkan Tanah Marginal hingga Olah Hasil Panen

“Pengusaha saat ini juga kesulitan dana, memang harus dimaklumi. Di sinilah perlunya kerjasama antar pengusaha, perbankan dan pemerintah. Pemerintah mungkin dapat memberikan keringanan dalam bentuk penundaan Pajak Hotel dan Restoran, melakukan promosi Bali aman dikunjungi dll. Perbankan bisa memberikan penundaan bayar angsuran dll,” bebernya.

Yang tidak kalah pentingnya adalah pengertian karyawan sendiri agar tidak terlalu banyak tuntutan. “Dan dalam situasi seperti ini mereka mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kompetensinya,” imbuhnya.

Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan (KPw) Provinsi Bali, Causa Iman Karana, Selasa (12/12) mengatakan, saat ini diperlukan gerakan untuk melakukan promosi besar-besaran agar turis kembali datang. Selain itu, untuk meyakinkan turis yang datang juga disiapkan moda transportasi dan jalur alternatif keluar masuk Bali.

Baca juga:  Harga Cabai Tembus Rp 75 Ribu Per Kilogram

Menurutnya dampak dari erupsi Gunung Agung hingga PHK karena pengusaha sulit memprediksi, kapan Gunung Agung meletus dan kapan berakhir. Dengan tidak adanya prediksi yang pasti, pengusaha sulit merencanakan bisnis ke depannya. “Pengusaha tidak bisa disalahkan. Karena menanti dalam ketidakpastian ini sesuatu yang sulit,” ujarnya.

Dana cadangan yang dimiliki pengusaha bisa saja digunakan pengusaha, tapi harus ada kepastian tentang Gunung Agung. “Kalau kondisinya pasti, misalnya seminggu akan selesai, mungkin mereka berani. Tapi kalau engga pasti, kan repot mereka. Dana cadangan ini juga kan bisa habis,” jelasnya.

Upaya yang bisa dilakukan adalah lebih banyak gotong royong dari pelaku pariwisata baik hotel, travel, dan transportasi untuk menggerakan pariwisata Bali. “Sebetulnya, sepanjang bandara itu dibuka, sebenarnya tidak ada masalah. Tinggal bagaimana kita mengkomunikasikan keluar bahwa Bali itu tidak hanya di sekitar Gunung Agung,” tandasnya.

Baca juga:  Stabilitas Rupiah Dipastikan Terjaga

Informasi tentang kondisi Bali yang aman perlu dilakukan secara masif dan dikemas dengan baik untuk meyakinkan turis datang. Event yang masif juga diperlukan untuk menarik turis datang. Seperti event running, sepeda, fun run, dll.

Promo besar-besaran ini meski sulit mengalihkan liburan turis asing yang sudah ditetapkan sebelumnya, namun promo ini bisa digunakan untuk menarik turis lainnya misalnya turis domestik. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *