DENPASAR, BALIPOST.com – Joni Edy Susanto (43), terdakwa kasus dugaan pemalsuan dokumen kepabeanan kapal Dream Bali, Rabu (13/12) divonis bersalah. Oleh majelis hakim tipikor pimpinan Wayan Sukanila, terdakwa yang mantan PNS di Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Benoa dan Tanjung Wangi, Banyuwangi ini di hukum selama setahun penjara. Vonis itu lebih rendah enam bulan dari tuntutan jaksa. JPU Wayan Suardi dari Kejati Bali sebelumnya menuntut supaya terdakwa dihukum selama satu tahun enam bulan (1,5 tahun).
Atas putusan itu, terdakwa langsung menerimanya. Dalam perkara ini, terdakwa Edy Susanto dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif keempat.
Atas perbuatannya, Edy Susanto dijerat Pasal 9 UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Di samping pidana fisik, hakim juga menghukum terdakwa dengan pidana denda Rp 50 juta, subsider dua bulan kurungan. Sebelumnya, majelis hakim pengadilan tipikor mengadili dua PNS Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Benoa dan Banyuwangi dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen kepabeanan kapal Dream Bali.
Mereka adalah terdakwa Joni Edy Susanto (43) dan Heru Supriyadi (45). JPU Suardi membeber Joni yang merupakan PNS KSOP Pelabuhan Benoa dan Heru yang merupakan PNS KSOP Tanjung Wangi, Banyuwangi, Jawa Timur diduga menyalahgunakan wewenang melakukan pungutan liar dengan membuat dokumen palsu terkait perubahan nama kapal dari Dream Tahiti berbendera Perancis menjadi Dream Bali. Dalam modusnya, Joni memalsukan dokumen kapal seolah-olah kapal ini dibuat di Indonesia.
Hal ini dilakukan untuk menghindari pajak impor barang. Setelah dokumen selesai, lalu didaftarkan di KSOP Banyuwangi melalui Heru.
Dokumen kapal palsu ini akhirnya keluar dan kapal jenis yacht juga sudah sempat beroperasi sekitar dua tahun menggunakan dokumen palsu. Pemalsuan dokumen balik nama kapal ini baru terungkap pada Juni 2016 oleh bea dan cukai dan dilaporkan ke Polda Bali. Tindak pidana korupsi ini mengakibatkan hilangnya hak negara dari pendapatan pajak impor (PIB) Kapal Dream Bali mencapai Rp 1.096.449.000. Sementara Heru yang sejatinya ikut diadili meninggal dunia.
Selain kedua terdakwa, Polda Bali juga sudah menetapkan tiga tersangka lainnya, masing-masing berinisial RP selaku agent Isle Marine Service serta dua orang Nakhoda Kapal freelance yaitu AW dan AR. (miasa/balipost)