DENPASAR, BALIPOST.com – Tingginya kebutuhan air di Bali dikhawatirkan akan memicu defisit jika tidak terkelola dengan baik. Untuk itu perlu ada solusi bersama antara kabupaten/kota dengan provinsi sehingga tidak sebatas seremonial. Demikian mengemuka dalam diskusi “Mengatasi Permasalahan Sumber Daya Air” pada Kamis (14/12).
Menurut Kepala Puslit Unud, Dr. Made Sudarma, MS., masalah defisit air dikarenakan pemangku kepentingan tidak mau duduk bersama. Ia menilai pemangku kepentingan selama ini hanya melakukan kegiatan sebatas seremonial, seperti menanam pohon yang hanya mencari penghargaan, tetapi aksi nyata untuk menjaga air di hulu tidak dilakukan secara spesifik. “Seharusnya bagaimana menjaga air dari hulu harus diutamakan,” sebutnya.
Lebih lanjut dikatakan, secara kuantitas, Bali memiliki bahan baku air yang sangat melimpah. Namun secara kualitas belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena berbagai persoalan, misalnya pencemaran air sungai. Hal tersebut bukanlah masalah utama dalam pemanfaatan air, sebab dengan mengklasifikasikan kegunaannya, air akan bisa dimanfaatkan dengan efektif.
Sementara itu, Guru Besar Manajemen Air dan Pertanahan Unud, Prof. Dr. Ir. Nyoman Merit, M. Agr., mengatakan permasalahan air merupakan persoalan yang sangat krusial. Sebab, sumber daya air yang tersedia tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Apalagi, Bali yang merupakan daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi, air sebenarnya sangat melimpah.
Ia menyarankan harus ada konsep sehingga air hujan pada saat musim hujan bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air pada saat musin kemarau. “Konsep yang saya usulkan dalam forum diskusi ini yaitu konsep “Panen Air Hujan”. Jangan biarkan air pada saat musim hujan membludak yang menyebabkan bencana banjir. Tetapi bagaimana caranya memanfaatkan air hujan tersebut agar bisa bermanfaat pada musim kemarau. Paling tidak membuat serapan air seperti biofori dan embung air untuk menampung air hujan,” ujar Prof. Merit. (Winatha/balipost)