DENPASAR, BALIPOST.com – Terdapat perbedaan pemahaman wisatawan mancanegara yang akan berkunjung ke Bali terkait erupsi dan kegempaan yang dialami Gunung Agung. Yakni makna dari istilah earthquake dan eruption.

Wisatawan mancanegara menganggap kedua istilah tersebut merupakan kondisi yang selalu membawa dampak serius pada suatu daerah. Hal tersebut diungkapkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Minggu (17/12) malam saat bertemu Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali (AMPB) diatas kapal Bounty Cruise.

Pusat vulkanologi menyebutkan getaran-getaran yang didalam gunung dengan istilah kegempaan. Sedangkan kegempaan diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi earthquake. Orang asing membayangkan earthquake tersebut seperti bencana alam yang meluluhlantakkan suatu daerah.

Kemudian letusan yang diterjemahkan menjadi eruption. Eruption sendiri diasumsikan keluarnya magma dalam jumlah besar dari puncak gunung.

Baca juga:  Biasanya Digelar Tiga Hari, Karya Penyeheb Brahma Kali Ini Langsung Masineb

Sedangkan yang terjadi pada Gunung Agung cuma letusan abu kecil. Perbedaan pemahaman akan istilah tersebut membuat wisatawan asing berasumsi negatif terhadap kondisi di Bali.

Made Mangku Pastika menekankan bahwa, yang dalam keadaan awas hanya area 8 kilometer dari puncak gunung. Lebih dari radius tersebut dalam keadaan aman. Dari 78 desa yang ada di Karangasem hanya 22 desa yang terdampak dengan radius 8-10 kilometer. Sehingga sekitar 56 desa di Karangasem daerahnya aman.

Bali sendiri terdiri dari 716 desa, jadi hanya 22 desa di Karangasem dari ratusan desa yang ada di Bali yang masuk level 4 atau berstatus awas. Didalam laporan pusat vulkanologi juga telah ditambahkan, bahwa yang masuk status awas hanya radius 8 kilometer dari puncak gunung agung, selebihnya status normal.

Baca juga:  Dari Dewa Radhea Akui Dana Miliaran hingga Tersangka Bentrok di Sesetan

Level 4 tersebut dimaksudkan, seandainya terjadi letusan, letusan tersebut dibanyangkan seperti 1963 yang saat itu vulkanic explosivity level 5. Kenyataannya, kondisi Gunung Agung sekarang ini tidak sama dengan sewaktu 1963.

Kawah telah mengalami pelebaran 5 kali lipatnya dibandingkan Gunung Agung 1963. Dan ditinjau secara ilmiah, ring of fire Indonesia juga mengalami letusan-letusan. Dengan terjadinya letusan-letusan disepanjang ring of fire Indonesia, maka kekuatan letusan akan terbagi.

Gubernur menghimbau pada kalangan pelaku pariwisata, kondisi yang terjadi seperti sekarang ini dijadikan sebagai upaya untuk melakukan introspeksi diri dan perbaikan-perbaikan terhadap fasilitas maupun pelayanannya. Agar pariwisata Bali dapat lepas landas lebih hebat lagi di ke depan hari. Jadi momentum ini dimanfaatkan sebagai titik untuk mencari daya lenting yang lebih dasyat lagi. “Ini adalah saat kita turun untuk mencari daya lenting yang lebih hebat,” terangnya.

Baca juga:  KBS Kuta Selatan Tanam Pohon di Tahura Ngurah Rai

Ketua AMPB Gusti Kade Sutawa menerangkan bahwa yang terpenting adalah bagaimana upaya bersama agar dapat segera keluar dari krisis. Dari sekitar 20 asosiasi pariwisata yang ada di Bali, bagaimana upaya untuk menyatukan langkah dalam mempercepat proses recovery pariwisata Bali. Karena proses recovery yang lama akan berdampak berat bagi para pelaku pariwisata. (Eka Adhiyasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *