Sejumlah PSK menjalani sidang tipiring pada Rabu (20/12). (BP/ist)
DENPASAR, BALIPOST.com – Praktek prostitusi di Denpasar tak pernah pudar. Meski tidak ada tempat khusus, seperti yang pernah ada di Surabaya, namun praktek masih banyak terjadi. Dalam operasionalnya, para pekerja seks komersial (PSK) melakukannya secara sendiri maupun berkelompok.

Bahkan, tidak sedikit dari praktik ini berkedok usaha lain, seperti spa atau salon. Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar I Made Martajaya yang dihubungi, Rabu (20/12) mengatakan, penanganan PSK yang merupakan masalah sosial melibatkan banyak OPD. Penanganannya secara terpadu, yakni Dinas Sosial dalam hal pembinaan dan pemulangan bila terjadi penjaringan oleh Satpol PP. Ada pula Departemen Agama dalam memberikan penyuluhan dalam bidang rohani, Dinas Kesehatan, serta Satpol PP. “Kami melakukan penanganan secara terpadu sesuai dengan bidang masing-masing,” ujar Mertajaya.

Baca juga:  Jembrana Panen Perdana Pisang Cavendish Kualitas Ekspor

Sementara itu, Kepala Satpol PP Kota Denpasar, I Dewa Gede Anom Sayoga ditemui di ruangannya mengatakan, keberadaan PSK masih cukup banyak. Bahkan, pada Rabu, pihaknya menggiring sembilan orang PSK ke sidang tipiring di PN Denpasar. Mereka ini diciduk di Jalan Sekar Waru, Sanur.

Sebelumnya, juga ada 33 orang PSK yang berhasil diciduk petugas gabungan. Mereka diciduk di kawasan Sanur, tepatnya di Jalan Tirta Ning dan sebuah hotel di Jalan By-pass Ngurah Rai, Sanur. Ke- 33 orang PSK itu rata-rata berumur 17 tahun hingga 24 tahun berasal dari Jawa timur dan Jawa Barat.

Dewa Sayoga mengatakan, keberadaan PSK di Denpasar tidak lagi berada di satu komplek, seperti di Lumintang maupun Padanggalak, Kesiman, serta di Jalan Danau Tempe. Namun, kini mereka menyebar, sehingga sulit untuk dipantau keberadaannya. Tidak sedikit sekarang ada indikasi praktik prostitusi ini berdalih usaha SPA atau sejenisnya, sehingga sulit dideteksi.

Baca juga:  Dampak Corona, Produksi UMKM Denpasar Turun hingga 50 Persen

Seperti yang baru diciduk tersebut, semua tinggal di sebuah rumah yang menyerupai tempat kos. “Mereka berhasil diciduk berkat laporan masyarakat,” katanya.

Dikatakan, sulitnya membrantas keberadan PSK, karena ada banyak jaringan yang diungtungkan dari praktek ini. Pertama, tentu pemilik tempat, kemudian mereka yang menjadi muncikarinya, penyalur, sampai usaha sampingan akibat praktik ini. Misalnya saja, ada pedagang, bahkan juga ada indikasi petugas yang ikut “bermain” di dalamnya. “Misalnya saja, bila ada penertiban, petugas saya yang memberikan informasi, bisa saja. Artinya banyak orang yang terlibat untuk satu orang PSK,” kata mantan Sekretaris DKP ini.

Baca juga:  Pembangunan TPS di Desa dan Kelurahan Terkedala Lahan

Usaha untuk melakukan penertiban dan meminimalisasi praktik PSK, terus dilakukan. Namun, cukup sulit untuk membrantasnya secara penuh. Karena mereka melakukannya secara tersenbunyi. “Jadi untuk memiliki data jumlah PSK di Denpasar juga tidak mungkin, karena mereka melakukan praktek seperti itu secara ilegal. Pemerintah tidak pernah menyediakan tempat untuk itu,” katanya.

Salah seorang PSK, Marisa (19) asal Bandung mengatakan dirinya baru dua bulan berada di Bali. Marisa datang ke Bali karena ada tawaran dari salah satu temannya untuk bekerja di Bali tepatnya wilayah Sanur dengan penghasilan besar. Karena merasa cocok, Marisa langsung datang ke Bali dan bertemu dengan salah satu orang yang mengajaknya ke tempat tersebut. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *