JAKARTA, BALIPOST.com- Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, berdasarkan asumsi ekonomi makro yang tumbuh moderat, industri pelayaran nasional dinilai tidak banyak mengalami pertumbuhan signifikan pada angkutan domestik.
Namun beberapa sektor pelayaran nasional yang melayani kegiatan ekspor impor diyakini akan mengalami pertumbuhan bertahap pada awal kuartal kedua tahun depan.
Pertumbuhan bisnis di sektor pelayaran ekspor impor tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas seperti batubara dan juga crude palm oil (CPO) global mulai beberapa waktu belakangan ini.
Penyebab lain membaiknya kinerja sektor pelayaran pada angkutan ekspor impor merupakan dampak positif dari Paket Kebijakan Ekonomi XV terkait Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional dan Permendag No. 82/2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
Permendag No. 82/2017yang mewajibkan ekspor impor menggunakan kapal yang penguasaannya di bawah perusahaan angkutan laut nasional itu untuk komoditas batubara, crude palm oil (CPO) dan beras. Aturan yang diyakini akan menekan defisit neraca perdagangan jasa Indonesia ini disahkan pada Oktober lalu dan mulai aktif diberlakukan pada Mei 2018. “Kinerja pelayaran nasional diprediksiakan tumbuh bertahap terutama pada sektor angkutan curah, tongkang atau tug and barge, dan kargo kontainer,” katanya di Jakarta, Jumat (22/12).
Darmansyah Tanamas, Wakil Ketua Umum III DPP INSA menambahkan bahwa kebutuhan kapal tongkang untuk angkutan curah domestik saat ini cukup tinggi, sebagai dampak dari gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah. Banyak kapal tongkang yang melayani pengangkutan material infrastruktur, seperti semen, batu dan pasir untuk pembangunan infrastruktur di wilayah timur Indonesia.
Rencana beroperasinya beberapa pembangkit listrik di tahun 2018, tentunya akan menambah volume angkutan laut domestik, baik untuk kapal curah maupun kapal tongkang. Diharapkan tahun 2018, kondisi angkutan laut di sektor angkutan curah domestik mengalami pertumbuhan yang meningkat dibandingkan tahun 2017.
Terbitnya PM No 82 Tahun 2017 merupakan tantangan sekaligus peluang bagi pelayaran nasional, karena dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan, pelayaran nasional harus menyediakan angkutan laut batubara sesuai yang dibutuhkan oleh pelaku usaha di sektor tambang batubara. Sedangkan peluangnya adalah selain memberdayakan pelayaran nasional melalui meningkatnya volume cargo yang diangkut, juga menjadikan Merah Putih mendunia. Tentunya untuk mewujudkan hal itu pelayaran nasional senantiasa membutuhkan dukungan dan kerjasama dengan seluruh stakeholders terkait.
Dengan komitmen dan konsistensi secara bersama-sama dari seluruh stake holders terkait, maka kondisi pelayaran nasional khususnya untuk angkutan ekspor batubara akan mengalami pertumbuhan yang signifikan di 2018.
Witono Soeprapto, Wakil Ketua Umum I DPP INSA mengatakan sektor angkutan kontainer domestik dinilai masih stabil. Volume kargo nasional diyakini tumbuh 10%-20% dari tahun ke tahun. Pertumbuhan kargo yang relatif stagnan dalam beberapa tahun terakhir masih lebih lamban ketimbang pertumbuhan jumlah ruang muat kapal.
Akibatnya, persaingan angkutan laut sektor kontainer kian ketat kendati masih pada level persaingan sehat dan belum mendorong pelaku usaha melakukan konsolidasi kontainer, seperti yang terjadi di pelayaran kontainer luar negeri.
Hal serupa terjadi pada angkutan angkutan kargo domestik yang masih stabil. Sektor pelayaran ini sangat bergantung pada permintaan masyarakat, pertumbuhan ekonomi nasional, dan konsistensi pemerintah menggenjot pembangunan infrastrutktur nasional.
Para pelaku usaha container yang tergabung di INSA juga terus berbenah dan meningkatkan mutu pelayanan, dengan mengembangkan system e-booking atau booking online untuk memudahkan transparansi informasi, sekaligus memutus peran pihak ketiga sebagai perantara antara pemilik barang dan pelayaran, sekaligus menjawab tantangan teknologi yang terjadi saat ini.
INSA mengapresaisi pemerintah yang telah melibatkan pelayaran swasta nasional dalam Program Tol Laut pada 2017. INSA juga mengusulkan optimalisasi sinergi antara pelayaran BUMN dan swasta nasional dengan pemanfaatan ruang muat pelayaran swasta nasional.
Pemanfaatan space liner ini untuk kapal swasta nasional yang sudah rutin melakukan pelayanan di wilayah timur Indonesia berkonsep pengumpul dan pengumpan. Selain itu, kapal-kapal tol laut milik BUMN tidak perlu mengambil muatan bahan pokok dari origin port seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak. “Semoga usulan ini bisa diterima pemerintah, karena ini akan menghemat anggaran pemerintah.”
Lain itu, INSA menyambut positif program penyebrangan jarak jauh atau Long Distance Ferry/LDF) lintas Jakarta-Surabaya khusus truk rute Jakarta-Surabaya yang resmi dimulai pada Desember 2017. Program ini dioperasikan oleh dua kapal hasil proses lelang yakni KMP Ferrindo 5 yang dioperasikan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan KM Roro Prayasti yang dimiliki PT Jagat Zamrud Khatulistiwa, dengan subsidi Rp5 miliar dengan masing-masing kapal Rp2,5 miliar hingga akhir tahun ini.
Masing-masing kapal melaksanakan 14 trip pada Desember 2017, dengan rincian dua kali dalam sepekan pelayaran dari Jakarta dan dua kali pelayaran dari Surabaya. Adapun, tarif yang dikenakan Rp3 juta per truk sekali jalan.
Beberapa dampak positif dari peranan LDF dengan kapal Roro ini untuk rute Jakarta-Surabaya ini antara lain mengurangi beban, kemacetan dan kerusakan jalan di Jalur Pantura. Penggunaan BBM per unit barang yang diangkut oleh kapal juga lebih kompetitif ketimbang menggunakan angkutan darat (economy of scale).
Namun untuk mendorong minat pemilik barang menggunakan kapal Roro ini, diperlukan regulasi yang mendukung lainnya, misalnya tidak dikenai PPN, dan penegakkan hukum yang ketat terhadap batas beban muatan angkutan darat.
Selain itu, pelayanan pelabuhan terhadap kapal Roro ini sebaiknya menggunakan infrastruktur khusus, misalnya dermaga dan lapangan penumpukan khusus. Ditambah dengan fasilitas infrastruktur pelabuhan lain yang menunjang, seperti akses jalan yang lancar.
Darmadi Go, Wakil Ketua Umum II DPP INSA mengatakan, salah satu sektor pelayaran yang dinilai belum menunjukkan tren tumbuh signifikan terjadi pada sektor pelayaran lepas pantai atau offshore. Sebagai gambaran, utilisasi pelayaran offshore pada tahun ini tidak lebih dari 60 persen.
Sejak anjloknya harga minyak 2014, sejumlah aktivitas kontraktor kontrak kerja sama (K3S) mengalami peninjauan kembali terhadap rencana kerjanya, terutama dalam kegiatan eksploitasi dan ekplorasi.
Akibatnya penggunaan kapal offshore juga mengalami peninjauan kembali, antara lain dengan melakukan renegoisasi harga sewa. Saat ini harga minyak mentah dunia sudah berkisar USD 50 per barel, akan tetapi hingga akhir tahun 2017, pihak K3S belum menunjukkan tanda-tanda untuk meningkatkan kegiatan ekplorasi dan eksploitasi.
Sebenarnya dengan tren harga minyak yang sudah relatif stabil dan cenderung naik, diharapkan sejumlah proyek perminyakan sudah mulai berjalan pada tahun depan. Kendati demikian di 2018, kinerja pelayaran offshore belum benar-benar tumbuh signfikan,” katany.
Kondisi angkutan gas atau LNG domestik pada tahun depan dinilai tidak jauh berbeda dari beberapa tahun terakhir. Kendati begitu, angkutan LNG diyakini stabil lantaran kontrak angkutan jenis ini cukup panjang, berkisar 5 sampai 15 tahun.
Pada angkutan ekspor pelayaran LNG justru diyakini mulai merangkak naik pada 2018. Kenaikan kebutuhan kapal LNG untuk layanan internasional terjadi sejak 2015-2016, dan sempat turun pada 2017.
Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim mengatakan, dengan melihat kondisi tahun ini dan prediksi tahun depan, secara umum industri pelayaran nasional di 2018 masih akan tetap stabil seperti beberapa tahun ini.
Ada kecendrungan perbaikan bisnis pada beberapa sektor pelayaran nasional, sebagai dampak pertumbuhan ekonomi dan kebijakan pemerintah yang mengarah pada cita-cita menjadi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. “Untuk itu, kami mendorong pemerintah untuk memberikan kebijakan yang dapat menstimulus tumbuh kembangnya pelayaran dengan aturan yang pro maritim dan dijalankan dengan konsisten. (Nikson/balipost)