Personil Pasebaya dipimpin Sekretaris Wayan Suara Arsana bertemu Mangku Bon di pusat Desa Ban, Kubu, Senin (25/12). (BP/kmb)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Tak salah jika Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) menaruh harapan besar kepada Pasemetonan Jagabaya (Pasebaya) Gunung Agung agar aktivitas vulkanik Gunung Agung tak memakan korban jiwa. Untuk itu, forum yang digawangi 28 perbekel lingkar Gunung Agung itu sangat aktif dalam mengedukasi masyarakat.

Yang terbaru, Senin (25/12), mereka nekat mendekat zona merah untuk menemui Mangku Bon (72), penekun spiritual yang viral di media sosial karena keberaniannya naik ke puncak Gunung Agung yang sedang level awas.
Mangku Bon merupakan seorang jero mangku warga Banjar Pucang, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem.

Sejak Gunung Agung meningkat aktivitas vulkaniknya, lelaki yang sudah lama berstatus duda itu belum pernah meninggalkan kampung halamannya. Bahkan ketika Gunung Agung sudah mulai erupsi, setidaknya tujuh kali dia naik ke puncak gunung.

‘’Beliau mengaku paling tidak sudah 32 kali naik sampai ke puncak, yang paling sering intensitasnya ketika Gunung Agung mulai erupsi,’’ ungkap I Wayan Suara Arsana, Sekretaris Pasebaya yang memimpin ekspedisi edukasi tersebut.

Baca juga:  Kehabisan Uang, Turis Rusia Ngamuk di Ubud

Banjar Pucang berjarak sekitar 3 km dari puncak Gunung Agung. Oleh BNPB, perkampungan itu bukan hanya diberi lebel KRB III tapi juga diberi warna merah dalam peta potensi erupsi. Karena posisinya yang seperti itu, rombongan Pasebaya yang berjumlah tujuh orang naik hanya sampai di pusat Desa Ban. Berkat bantuan seorang warga, Mangku Bon bersedia dijemput dan diarahkan ke Kantor Desa Ban.

Pertemuan dalam balutan edukasi itu berlangsung selama dua jam mulai pukul 10.00 wita sampai 12.00 wita. Suara Arsana mengatakan misi Pasebaya adalah memberikan pemahaman agar Mangku Bon tak mengulangi aksi nekatnya. Mengingat aktivitas Gunung Agung masih sangat tinggi, pria berambut dan berjenggot putih panjang itu disarankan menjauh dari radius bahaya.

Mangku Bon sendiri mengaku sangat menyadari potensi bahaya yang dihadapi, namun dia menegaskan untuk sementara masih akan bertahan di rumahnya. Pilihan itu diambil karena dia berpatokan pada erupsi 1963.

Baca juga:  Dua Wisatawan Asal Italia Dicegah Naik ke Gunung Agung

Menurut dia, saat ini tanda-tanda erupsi besar belum ada. Hampir mirip dengan fenomena Mbah Marijan pada erupsi Gunung Merapi Tahun 2010, Mangku Bon membantah aksinya untuk mencari sensasi. Dia nekat naik hingga ke bibir kawah semata-mata untuk melaksanakan ritual, memohon kepada penguasa Gunung Agung agar memberi keselamatan kepada umat manusia.

Sejak status awas, sudah empat kali dia melaksanakan ritual di puncak Gunung Agung. Terakhir, dia naik untuk ngaturang pakelem menggunakan sarana ayam putih yang dirangkaikan dengan banten pejati. Kegiatan ritual itu dilaksanakan bersama Mangko Mokoh dari Tapsai, dan sempat membuat heboh karena rekamannya diunggah ke media sosial.
Meski gagal meyakinkan Mangku Bon untuk turun Gunung, Suara Arsana merasa misinya sangat bermanfaat.

Baca juga:  Rebut Rekomendasi PDIP, Kader-kader Potensial Mulai Turun Gunung

Menurut dia, Mangku Bon memberi petuah yang sangat bermanfaat dan selayaknya dilaksanakan oleh siapaun. ‘’Beliau minta kita jangan meniru aksinya. Dimohon agar tidak satupun naik ke puncak gunung karena sangat berbahaya. Beliau naik sudah berserah kepada penguasa Gunung Agung dan siap menanggung resiko apapun walau harus dengan kematian. Jangan naik apabila belum ikhlas dan belum mampu mengendalikan diri,’’ terang Suara Arsana.

Dalam ekspedisi edukasi, rombongan Pasebaya juga mendapatkan fakta lain yang tak kalah mengejutkan. Ternyata, sampai saat ini beberapa warga Pucang juga masih bertahan di kampungnya. Namun, mereka tidak sampai bermalam, pagi datang sore kembali ke pengungsian di Buleleng.

Perbekel Ban, I Wayan Potag, tak menampik fenomena tersebut. ‘’Tugas Pasebaya adalah edukasi terhadap keselamatan jiwa dan pengurangan resiko terhadap bencana. Selebihnya kembali kepada individu masing-masing, menerima atau tidak tida adalam karma masing-masing,’’ ujarnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *