rekayasa
Muhammad Yani Kanifudin saat disidang dalam kasus pengadaan Alkes di RSUD Mangusada. (BP/dok)
DENPASAR, BALIPOST.com – Setelah pihak jaksa mengungkap adanya manipulasi data dan dugaan permainan penunjukan rekanan dalam proyek pengadaan alkes di RSUD Mangusada Badung, di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (27/12) juga mengungkap adanya dugaan rekayasa dalam pemenang tender.

Pemilik perusahaan yang sempat diancam di “black list” justeru dipakai orang lain dan akhirnya dimenangkan oleh panitia lelang. Bobroknya sistem lelang di Badung itu terungkap dalam sidang dugaan korupai alkes dengan terdakwa Muhammad Yani Kanifudin.

Terdakwa Muhammad Yani Khanifudin sepertinya tidak mau disalahkan sendirian dalam perkara ini. Pemilik perusahaan PT MMI (Mapan Medika Indonesia) itu juga mengungkap nama lain dalam perkara ini karena dia mengaku tidak tahu jika PT MMI miliknya dijadikan pemenang dalam lelang pengadaan sembilan item alat kesehatan di RS Mangusada.

Di depan persidangan, pria yang akrab disapa Yani itu mengatakan sekitar pertengahan tahun 2013 dihubungi rekannya sesama penyedia barang alat kesehatan bernama I Ketut Budiarsa. Saat itu, Budiarsa meminjam perusahaan Yani untuk ikut lelang pengadaan sembilan item alat kesehatan di RSUD Mangusada. Lucunya waktu itu PT MMI dijanjikan akan kalah dalam lelang. Namun faktanya bahwa oleh panitia justeru perusahaan pinjaman itu (PT MMI-red) dijadikan sebagai pemenang. Padahal Yani sebagai pemilik PT MMI mengaku tidak tahu perusahaannya menjadi pemenang.

Baca juga:  Susila Diadili Korupsi Alkes RSU Mangusada Badung

Bahkan sejak pendaftaran, penawaran hingga pengumuman pemenang tidak tahu prosedurnya karena semua dilakukan Budiarsa. “Saya baru tahu jadi pemenang setelah ditelpon I Ketut Sukartayasa (terdakwa dalam berkas terpisah) yang saat itu menjabat sebagai Ketua Unit Layanan Pengadaan,” tegas dia.

Saat bertemu dengan Sukartayasa, terdakwa Yani menolak menjadi pemenang dan menyatakan tidak sanggup menjalankan proyek pengadaan alkes tersebut. Namun Yani mengaku dipaksa tetap menjalankan pengadaan tersebut. Bahkan dalam sidang terungkap jika perusahaan milik Yani diancam akan diberi sanksi administrasi dan “black list” jika mundur.

Baca juga:  90 Persen Alkes Diproduksi Dalam Negeri

“Alasan menolak karena pengadaan itu terlalu besar. Tapi kalau saya mundur saya akan di “black list”, makanya saya sanggupi waktu itu,” tegasnya.

Setelah menandatangani surat kesanggupan, Yani kembali berkordinasi dengan Budiarsa. Saat itu Budiarsa mengatakan akan membantu dan Yani disuruh menelpon rekannya di Jakarta bernama I Made Susila. Yani sendiri akhirnya menerima uang transfer untuk pengadaan sembilan item alat kesehatan sekitar Rp 19 miliar lebih. Setelah menerima uang tersebut, Yani bertemu dengan I Made Susila di Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, Susila mengatakan akan membantu menyediakan alat kesehatan tersebut dengan mencari distributor. Tak lama setelah pertemuan, Susila memerintahkan Yani mentransfer sejumlah uang ke sembilan perusahaan untuk pengadaan sembilan alat kesehatan tersebut. Yani pun membeberkan sembilan perusahaan tersebut berikut nilai uang yang ditransfer.

Atas penjelasan itu, hakim menanyakan keuntungan perusahan yang diterima dari pengadaan tersebut. Terdakwa dengan gamblang mengatakan sekitar Rp 5,9 miliar setelah dipotong pajak. Keuntungan Yani atas usaha itu sekitar Rp 270 juta.

Baca juga:  Sehari Belasan WNA Ditilang Manual, Terbanyak dari Negara Ini

Usai pemeriksaan terdakwa, Yani melalui kuasa hukumnya, Hadi Apri Handoko menyampaikan akan melakukan pengembalian uang Rp 270 juta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung dihadapan majelis hakim. Namun JPU menolak karena aturannya setelah diserahkan harus langsung dititip ke bank. “Kalau sekarang dititip bank sudah tutup. Saya minta besok saja dititip di kejaksaan,” jelasnya.

Soal dua nama lain yang disebut-sebut dalam perkara ini yaitu Budiarsa dan Made Susila, Hadi menyerahkan sepenuhnya pada penyidik. “Kami serahkan ke JPU dan penyidik kepolisian untuk menindak lanjutinya,” tegasnya.

Selain Yani, I Ketut Sukartayasa juga menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor. Bahkan sebelum dia duduk di kursi pesakitan, Sukartayasa sempat memberikan keterangan atau menjadi saksi untuk terdakwa Yani. (miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *